Showing posts with label road trip. Show all posts
Showing posts with label road trip. Show all posts

Sunday, June 28, 2020

This is Africa 1

Jacaranda di sudut Kota Harare
Jacaranda di sudut kota Harare

Pada bulan November 2018, saya harus berpindah tempat tugas ke sebuah negara di Benua Afrika. Pekerjaan saya sekarang mengharuskan saya dan istri untuk pindah sementara dari Indonesia ke benua itu selama kurang lebih 2 tahun yang kemudian jika semua berjalan sesuai dengan rencana kami akan langsung pindah lagi ke Laos selama 2 tahun lagi dan baru kembali ke Indonesia. Ada banyak cerita dan alasan bagaimana akhirnya saya bisa terpilih atau lebih tepatnya memilih untuk tinggal di Benua Afrika tapi, apapun alasan dan ceritanya, bagi saya dan istri, ke Benua Hitam ini adalah another chapter of adventure walaupun kami sama sekali mengendarai sepeda motor seperti yang sering kami lakukan di Indonesia tapi, to see different culture, people, language and try to live with them adalah salah satu anugerah dan pemberian dari Tuhan yang sungguh rruuuarrrr biaasaa….Alhamdulillah… Tulisan ini saya buat kurang lebih 3 bulan sebelum saya harus pindah lagi ke Negara lainnya untuk tinggal dan bekerja salama 2 tahun jika semua berjalan sesuai rencana.

Negara itu dinamakan Zimbabwe yang berada di Benua Afrika bagian selatan, tepat berbatasan langsung dengan Afrika Selatan di sebelah selatannya., Negara Zambia di sebelah utaranya, Mozambique di sebelah timur dan di sebelah baratnya ada Negara Botswana. Nama nama Negara yang mungkin cukup kurang didengan oleh kita semua. Banyak hal yang dapat diceritakan di Negara ini mulai dari politik, ekonomi, sosial budaya dan masih banyak hal lainnya, namun saya tidak akan membahas hal-hal itu karena saya akan membahas mengenai tempat-tempat mana saja yang pernah saya kunjungi untuk saya bagi kepada anda.

Mungkin banyak dari anda yang sering dengar nama Zimbabwe namun ya hanya mendengar saja, seperti saya dulu. Dulu sewaktu sekolah nama Zimbabwe sering digunakan sebagai semacam ejekan untuk mengtakan bahwa sesuatu atau seseorang itu berasal dari tempat yang jauh atau kuno. Ya, itu juga sebagai salah satu alasan mengapa saya memilih untuk tinggal disini.

Harare, adalah ibukota Negara ini dimana saya tinggal, saya tinggal di apartemen berlantai 6 di daerah agak pinggir kota yang berada tepat di depan rumah dinas presiden. Hampir seluruh bangunan yang ada di kota ini merupakan bangunan yang sudah cukup lama karena dibangun sewaktu masa penjajahan Inggris, termasuk apartemen yang saya tinggali. Hampir tidak ada bangunan baru yang dibangun di negara ini karena berbagai macam alasan. Namun bangunan yang telah berumur ini menurut saya member kesan tersendiri mengenai kota ini, jadi terlihat lebih authentic menurut saya.

Victoria Falls, adalah air terjun terbesar di dunia yang kebetulan berada di antara 2 negara yaitu Zimbabwe dan Zambia, jadi masing-masing Negara membuka tempat wisata untuk dapat melihat air terjun ini. Saya belum pernah melihat Victoria Falls dari sisi Zambia, namun menurut saya dari sisi Zimbabwe sudah sangat sangat terlihat kemegahannya. Dari sisi Zimbabwe terdapat lebih dari 10 viewpoints yang disediakan, anda bisa memilih viewpoints mana yang akan dijadikan latar belakang foto anda. Saya sudah 3 kali mengunjungi air terjun ini dan tidak ada kata bosan karena ya memang pemandangannya yang luar biasa indah, perjalanan menuju kesini dari Harare jika dilakukan dengan perjalanan darat juga sangat menarik dan ini merupakan salah satu tempat yang wajib dikunjungi paling tidak sekali seumur hidup jika anda memang menggemari keindahan alam.

Jacaranda di Harare

Victoria Falls terletak agak jauh dari ibukota Negara, diperlukan waktu tempuh lebih dari 12 jam dengan kendaraan pribadi dengan jarak dari ibukota kurang lebih 800an Km. Tiga kali saya kesana, semuanya dengan kendaraan pribadi, dua kali dengan menginap dulu di tengah perjalanan, yaitu di kota Bulawayo, dan satu kali kami mencoba langsung menuju kesana tanpa menginap dan bermalam di jalan.

Suasana di Victoria Falls hampir seperti Bali di Indonesia, karena tempatnya yang sangat touristy, banyak tempat makan, penginapan yang disediakan khusus untuk para wisatawan menurut saya sangat berbeda dengan suasana  Zimbabwe pada umumnya di luar Victoria Falls yang nampak tidak semegah dan segemerlap Vicfalls.

Sebenarnya ada cara lain untuk pergi ke Vicfalls, yaitu dengan menumpang pesawat terbang dari Harare, namun kami tidak memilih opsi itu karena selain menghemat biaya kami lebih senang melakukan perjalanan darat karena kami bisa melihat berbagai pemandangan yang ada, pemandangan kota-kota kecil sepanjang jalan menuju Bulawayo, atau pedesaan dan ladang-ladang milik warga serta rumah adat mereka yang masih banyak tersebar di pinggir jalan.

Masih banyak tempat-tempat indah lainnya yang kami telah kunjungi di Negara ini, yang akan saya tulis di post selanjutnya.

Pelangi di Vicfalls

Monday, November 28, 2016

Ke Bima..day 6

Diorama di Jatim Park 1
Hari ke-6...saatnya mencoba pemanas air yang hari kemarin baru saja kami beli. Tidak tanggung-tanggung, pemanas air yang berkapasitas tidak sampai satu liter tersebut akan kami gunakan untuk memasak air untuk mandi. Percobaan pertama berhasil, air berhasil menjadi panas dan saya mempersilakan istri saya untuk mandi terlebih dahulu dan saya akan kembali memasak air untuk saya sendiri. Di kamar hotel tersebut, tidak tersedia banyak outlet listrik, sehingga kami agak kesulitan sewaktu memasak air tersebut dan karena itu pula kami harus meletakkan pemanas air tersebut di atas kasur. Sebelum istri saya mandi, saya sempat mengambil air dari kamar mandi untuk dimasak, sambil saya membayangkan enaknya mandi menggunakan air hangat di pagi yang cukup sejuk itu. Sambil menunggu air masak, saya membuka-buka hp dan sebentar-sebentar melirik ke arah pemanas air tersebut. Setelah istri saya hampir selesai mandi dan saya telah selesai membuka-buka hp, saya kembali melirik ke arah pemanas air tadi dan saya melihat ada sesuatu yang aneh dari pemanas air itu. Aneh karena airnya tidak mengeluarkan gelembung-gelembung kecil seperti tadi dan saya dekatkan tangan ke atas permukaan air tersebut dan ternyata airnya masih saja dingin. Tidak mau ambil resiko tersengat aliran listrik, saya mencabut pemanas air dari stop kontaknya dan memasukkan jari ke dalam air, dingin, itu yang saya rasakan. Saya coba membetulkan sambungan kabel yang menancap di alat itu dan memindah colokan listriknya ke outlet yang lain, namun hasilnya sama saja, air tetap dingin. Saya belum mau mengakui jika alat yang baru terpakai sekali itu rusak, sehingga saya tetap mencoba memanaskan air sementara saya mandi menggunakan air dingin. Setelah mandi saya kembali mengecek airnya dan tetap saja..dingin.. Ya sudah, akhirnya saya mengalah dan mengakui bahwa alat itu rusak, busted, tidak bisa dipakai dan menerima kenyataan bahwa kami akan tetap mandi air dingin pada mandi-mandi berikutnya di hotel ini. Pemanas air itu, walaupun sudah rusak, anehnya tidak kami buang, dan masih tersimpan rapi di dalam box plastik yang kamu bawa selama perjalanan.

Setelah selesai urusan permandian, saatnya menghibur diri dengan mencari sarapan yang agak berbau ayam. Ya, pilihannya tentu saja jatuh kepada restoran ayam goreng cepat saji yang paling jago. Yup, tidak jauh dari hotel memang terdapat restoran itu dan kami hanya perlu berjalan kaki saja sebentar. Pulang dari makan ayam goreng, kami sempat mencari toko alat listrik untuk membeli colokan listrik tambahan atau rol kabel untuk tambahan colokan di kamar hotel yang hanya sedikit. untuk menghemat uang jajan,kami memilih rol kabel yang termurah. Kami membutuhkan banyak colokan listrik karena memang gadget yang harus kami charge cukup banyak. Pada perjalanan ini kami membawa:

1. HP masing-masing 1 buah = 2 buah
2. HP sebagai secondary GPS = 1 buah
3. Kamera digital = 1 buah
4. Action Cam = 1 buah
5. GPS = 1 buah (memang dapat diisi daya di mobil namun sering saya lepas untuk menentukan rute     dan membuat waypoint)
6. Tablet (bukan obat) untuk browsing tujuan dan memesan penginapan = 1 buah

Kami sebenarnya juga telah melengkapi si Blue dengan power inverter yang dapat mengubah listrik dari lighter mobil menjadi listrik AC 220V, namun pada prakteknya di perjalanan, jarang sekali kami mengisi daya semua gadget kami di mobil, paling hanya HP/tablet saja.
Lion and lioness of Jatim Park I
Hari itu tujuan kami adalah kembali ke Batu untuk mengunjungi Museum Angkut dan Jatim Park 1, kami berdua sama-sama belum pernah mengunjunginya, jadi alasan kami kesana adalah karena rasa penasaran. Setelah selesai membeli rol kabel, kami bersiap-siap dan segera melaju kembali ke Batu setelah acara halal bihalal di kantor Bupati (kalau tidak salah ingat) di depan hotel selesai karena selama acara itu berlangsung, jalanan di depan hotel ditutup. Seteleh GPS menunjukan bahwa Museum Angkut berada tidak jauh lagi, kami terkejut karena antrian mobil yang akan menuju ke Museum Angkut sangatlah ramai, hingga mengular naga panjangnya bukan kepalang. Namun, karena tekad sudah bulat, kamipun ikut mengantri dan bersabar karena memang tempatnya masih belum buka. Setelah mengantri cukup lama, kami entah bagaimana mendapat parkir bukan di halaman parkir resmi Museum Angkut, melainkan di semacam tanah lapang di sebelah komplek museum. Ya, tidak apa-apalah, walau saya tahu ongkos parkirnya pasti jauuuuh lebih mahal.

Setelah turun dari mobil, kami ikut mengantri karcis dan ternyata antrian manusia yang akan membeli
karcis juga sangat panjang, sangaaaatttt panjaaaang. Namun sekali lagi, karena tekad sudah bulat ya kami tetap ikut mengantri. Akhirnya tiba giliran kami sampai di depan loket dan berhasil membeli tiket. Kami menuju ke pintu masuk dan tiba di ruangan yang sangat besar yang berisikan koleksi sepeda motor dan mobil kuno yang cukup banyak. Kami pikir, inilah ruang pamer utama museum ini dan hanya sebentar saja pasti akan selesai berkeliling. Namun dugaan kami salah besar karena kompleknya sangat besar dan terbagi menjadi berbagai macam tema seperti Hollywood, untuk kendaraan-kendaraan dari Amerika dan negara Inggris, untuk kendaraan-kendaraan yang berasal dari Inggris dan kami memerlukan waktu hampir tiga jam untuk menyelesaikannya. 

Replika karapan sapi kalo gak salah...
Setelah puas (dan lelah) berkeliling di Museum Angkut, kami lalu menuju ke semacam pameran kesenian atau kebudayaan yang berada di komplek museum. Pameran tersebut berisikan barang-barang yang berkaitan dengan kebudayaan Indonesia seperti topeng dan senjata-senjata kuno, setelah itu kami mampir ke semacam arena kuliner bertema Venice yang masih juga berada di lingkungan museum, kami sempat makan sebangsa siomay atau batagor untuk mengganjal perut dan menyudahi kunjungan ke Museum Angkut kali itu. Untuk kunjungan kami ke Museum Angkut ini saya tidak bisa menjelaskan terlalu detail karena selain kejadiannya sudah lebih dari setahun yang lalu, file-file foto khusus Museum Angkut ini hilang, raib, gone with wind, musnah entah kemana, padahal foto-foto perjalanan sebelumnya dan setelah Museum Angkut ini ada. Bahkan foto-foto di Jatim Park I, yang masih satu hari dengan Museum Angkut masih ada, aneh.

Hari sudah agak sore ketika kami sampai di Jatim Park 1, bahkan kami termasuk rombongan terakhir yang masuk ke Jatim Park 1. Isi dari Jatim Park 1 ini mirip TMII menurut saya, kebanyakan berisikan sejarah dan kebudayaan Indonesia. Permainan anak juga tersedia disini, namun jumlahnya sedikit, inti dari Jatim Park I ini mungkin untuk menambah wawasan mengenai Indonesia, jadi yang diutamakan adalah isinya. Kalau seperti kata orang akuntansi itu substance over form, lebih mementingkan isi daripada bentuk. Tidak sempat banyak berhenti dan mengambil foto karena memang tempatnya sudah akan tutup, kami melaju menuju pintu keluar dan langsung kembali menuju Malang. Sebelumnya untuk mengganjal perut (lagi) dan sekalian makan malam, kami makan di Hot CMM sambil menunggu kepadatan kendaraan yang turun dari Batu ke Malang berkurang. Setelah selesai makan kami kembali ke hotel, untuk beristirahat, sepertinya tidak mandi karena udara dingin dan thanks to broken water boiler, kemudian packing karena besok, sanak saudara dari Istri yang akan menuju ke Jember akan tiba di Malang untuk menginap semalam dan kami harus check out dari hotel Santosa..ZzZzZz
Peta Jatim Park I


Thursday, November 24, 2016

Ke Bima..day 3

Pada postingan sebelumnya saya telah menceritakan tentang bagaimana berubah-ubahnya rencana kami saat itu, karena memang ya tidak ada sesuatu yang pasti dalam sebuah road trip, touring maupun backpacking, semua rencana dapat berubah seketika karena banyak hal. Tapi perubahan rencana tersebut bukanlah sesuatu yang buruk, itu adalah bagian dari perjalanan yang harus kita hadapi. Selalu berpikiran positif itu salah satu kuncinya, jika kita tidak dapat mencapai tempat yang direncanakan, itu bukan masalah, karena prinsip saya, seperti banyak qoutes tentang travelling, adalah the destination is not that important, the journey is. Intinya adalah sebisa mungkin fokus kepada perjalanan, nikmatilah perjalanannya, jika bisa mencapai tujuan, well, that`s the bonus.

Berikut ini akan saya tampilkan rute perjalanan berangkat dari Yogyakarta, Tuban, hotel Cerah di Paiton, kembali ke Pasuruan, Malang, Probolinggo, Jember, Singaraja, Lombok, Bima.


Pada hari ketiga perjalanan, kegalauan dimulai. Pada hari ini kami mulai bimbang apakah tetap akan melanjutkan perjalanan menyeberang ke Bali atau berputar-putar dulu di Jawa Timur selama kurang lebih seminggu agar dapat menghadiri pernikahan di Jember, baru kemudian menyeberang ke Bali. Ada juga alternatif lain yang sempat kami pikirkan saat itu, namun akan sangat tidak efektif dan efisien, yaitu kami menyeberang ke Bali dan Lombok mungkin pada hari itu, stay selama kurang lebih seminggu, kemudian baru menuju ke Jember dan dilanjutkan dengan pulang ke Yogyakarta.

Namun akhirnya, setelah dibicarakan dengan saksama, diputuskan bahwa, menghadiri pernikahan dulu sebelum ke Bali adalah pilihan yang tepat, karena memang kami juga belum pernah berkeliling Jawa Timur bagian timur dan selatan. Hal lain yang membuat kami mengubah rencana adalah pada pagi itu, kami dihubungi oleh sepupu kami bahwa dia sedang berada di penginapan di RM. Tengger di Pasuruan. Kamipun dengan segera memutuskan untuk segera menuju ke arah Pasuruan dan memintakan sepupu kami untuk mencarikan kamar dan Alhamdulillah, masih ada kamar kosong. Rencana kami seketika berubah menjadi kembali ke arah Pasuruan, menginap disana selama satu malam dan kemudian menuju ke Malang, dimana saudara dari istri berkumpul untuk bersama-sama menuju ke Jember.

Jalanan di Sumbawa
Setelah check out dari hotel Cerah, kembalilah kami menuju ke arah barat untuk sampai ke RM Tengger di kota Pasuruan yang jaraknya tidak begitu jauh. Sebelum tengah hari kami telah sampai dan beristirahat sebentar. Sore harinya kami keluar mencari makanan kecil untuk di penginapan dan tali jemuran kacil untuk kami pasang di mobil. Dalam perjalanan ini kami memang sudah bersiap membawa deterjen dan ember lipat untuk mencuci pakaian in case di penginapan tidak tersedia jasa cuci mencuci atau karena kami memang hanya transit semalam dan menggunakan jasa laundry di penginapan tidak memungkinkan. Setelah semua didapat, kami kembali ke penginapan, untuk mandi dan beristirahat dan memesan makan malam dari rumah makan penginapan.....


Ke Bima..day 2

Setelah sekitar pukul 5 sore kami sampai di rumah saudara di kota Tuban, kami lanjutkan dengan bertemu saudara-saudara lainnya untuk saling bermaaf-maafan dan kemudian beristirahat. Keesokan harinya, yaitu hari kedua lebaran di tahun 2015, setelah bersama-sama ziarah ke makan kakek dan makam-makam lainnya, kamipun berencana untuk langsung menuju pulau Bali karena orang tua juga sudah harus berangkat ke Jakarta bersama dengan saudara kembar saya pada siang itu. Rencana yang telah kami tetapkan saat itu, karena libur kami terbatas dan kami ingin mencapai titik terjauh yang kami bisa adalah dengan melewatkan pernikahan sepupu istri saya dan lanjut menuju pulau Bali saat itu juga. Maka setelah sholat Dhuhur, berangkatlah kami menuju timur pulau Jawa dengan melewati jalur pantai utara Jawa Timur, jadi kami tidak mengambil jalur utama Tuban-Surabaya melewati kota Babat, namun melewati tepi pantai utara Jawa Timur sampai dengan lokasi Wisata Bahari Lamongan (WBL), terus melewati tol di kota Gresik, tol Surabaya-Gempol, Sidoarjo dan keluar di sekitar kota Bangil.

Menuju pelabuhan Kayangan di Lombok
Hari sudah semakin sore ketika kami mencapai Bangil, dan pada saat itu, niatan untuk harus sampai ke Bali masih sangat besar, jadi dengan meningkatkan kecepatan si Blue, kami terus melaju ke arah timur menuju Banyuwangi. Di sekitar kota Probolinggo, kami istirahat sejenak untuk sholat Ashar, pada saat itu sudah sekitar pukul 5 sore dan niat untuk langsung menuju ke Bali sudah tidak sebesar tadi, karena selain perjalanan masih cukup jauh, saya juga tidak berani menyeberang ke Bali malam hari. Sampai saat itu, kami masih berpegang pada rencana untuk melewatkan pernikahan sepupu istri saya di Jember dan jika kami tidak dapat menyeberang ke Bali malam itu, kami tetap akan menyeberang keesokan harinya setelah menginap semalam.

Perjalanan kami lanjutkan kembali setelah sholat Ashar dan hari sudah sangat gelap ketika kami memasuki daerah Paiton. Karena badan juga sudah lelah dan takut untuk menyeberang pada malam hari, makan kami putuskan untuk mencari penginapan dan mengakhiri hari itu. Tidak banyak pilihan penginapan di daerah tersebut, namun kami berhasil menemukan satu penginapan yang lumayan bersih dan terjangkau, yaitu Hotel Cerah di daerah Paiton, yang berlokasi di belakang toko besi Cerah. Lagi-lagi tidak banyak foto yang kami ambil saat itu karena memang jalurnya sudah pernah kami lewati sebelumnya dan memang kami tidak banyak berhenti untuk mengejar waktu. Sampai hari ini, kami masih berpegang pada rencana untuk melewatkan pernikahan sepupu istri dan melaju sejauh mungkin ke timur.
Menuju ke Pink Beach, Lombok

Rencana perjalanan kami kali ini sudah banyak sekali berubah sejak pertama kali kami membicarakannya. Awalnya kami akan melakukan perjalanan ini dengan menggunakan sepeda motor dan hanya akan sampai ke Larantuka saja, namun karena libur yang terbatas dan kami harus menghadiri pernikahan sepupu istri saya di Jember, kami putuskan untuk memajukan jadwal keberangkatan dan mengganti kendaraan dengan menggunakan mobil, karena akan sangat membuang waktu jika kami ke Jember menggunakan mobil, kemudian kembali lagi ke Yogyakarta dan kembali menuju timur dengan menggunakan sepeda motor. Karena jadwal keberangkatan kami dimajukan, maka kami berpikir mungkin kami dapat pergi lebih jauh lagi ke Timur, maka kamipun berencana, jika memungkinkan akan mencoba ke pulau Timor, yaitu Kupang, Atambua dan mungkin menyeberang ke negara tetangga. Kami sudah mencari-cari informasi, rute, penginapan, dan bahkan sudah menghubungi kolega saya di KBRI negara tetangga untuk mencari informasi mengenai kemungkinan mengendarai kendaraan yang teregistrasi di Indonesia ke sana.

Namun, hal tersebut pada akhirnya tidak dapat terlaksana juga karena ternyata jadwal masuk kuliah kembali istri saya berubah menjadi lebih cepat dan jadwal yang telah kami susun kembali berantakan. Kami sempat berpikiran untuk tidak jadi menghadiri pernikahan sepupu istri saya di Jember dan tetap pada rencana awal, namun setelah kami pikir-pikir kembali, bertemu dan berkumpul bersama sanak saudara jauh lebih penting dan perjalanan ke timur, akan tetap dilakukan, namun tidak ditetapkan target tertentu, hanya mengendarai mobil ke arah timur sampai waktu libur habis dan kembali lagi ke Yogyakarta..Sungguh memang benar perkataan "Manusia berencana, Tuhan yang menentukan" itu....

Wednesday, November 23, 2016

Ke Bima...day 1

Perjalanan kali ini merupakan perjalanan yang sebenarnya tidak sesuai dengan rencana kami (saya dan istri) karena jadwal libur yang berubah dan keterbatasan waktu yang kami punya. Rencana awalnya adalah kami akan pergi ke Larantuka menggunakan sepeda motor, namun karena tepat seminggu setelah lebaran sepupu dari istri saya menikah di kota Jember, maka kami sepakat untuk pergi menggunakan mobil saja karena jika harus datang ke pernikahan di luar kota menggunakan sepeda motor sangatlah tidak nyaman dan praktis. Walaupun pernikahannya masih seminggu setelah lebaran, namun kami berangkat meninggalkan kota Yogyakarta pada hari pertama lebaran karena setelah Sholat Idul Fitri bersama keluarga dari istri saya, kami harus pergi ke kota Tuban untuk bertemu dengan orang tua saya yang hari sebelumnya telah berangkat ke Tuban untuk merayakan lebaran disana. Kami sempat mempunyai rencana untuk tidak jadi datang ke acara pernikahan sepupu istri saya dan langsung melanjutkan perjalanan ke timur, namun dengan berbagai pertimbangan, akhirnya kami tetap pergi ke Jember walaupun sebelum itu kami sempat menginap di Bondowoso, Pasuruan dan Malang terlebih dahulu...

Somewhere diantara Sumbawa Besar dan Dompu
Kami berangkat sekitar pukul 10 atau 11 siang dari rumah mertua saya di jalan Parangtritis Yogyakarta, melewati Kotagede, Gedong Kuning dan akhirnya sampai ke jalan Solo. Perjalanan kali itu tidak langsung menuju ke Tuban, yang berada di pantai utara Jawa Timur, namun harus mengantar ibu mertua saya ke Solo dulu, baru setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke Tuban. Jalanan relatif lancar pada siang itu, mungkin karena masih banyak orang yang berkumpul bersama dengan keluarganya. sekitar pukul 1 siang kami sampai ke kota Solo dan mampir sebentar, bersalam-salaman dengan keluarga di Solo dan melanjutkan perjalanan. Dari kota solo kami mengikuti jalur utama menuju kota sragen, ngawi dan kemudian berbelok ke arah utara menuju kota Bojonegoro. Di sekitar wilayah Padangan kami sempat beristirahat sejenak untuk sholat jama` Dhuhur dan Ashar. Jalanan menuju arah Bojonegoro dari Ngawi sudah relatif mulus dan hanya sedikit kendaraan yang lewat jadi kami bisa memacu si Blue lebih cepat dan pada sekitar pukul 5 kami sudah sampai di jalan WR Supratman di kota Tuban....

Dashboard Suzuki Karimun Wagon R
Pada perjalanan kali ini kami menggunakan mobil kecil yang punya tagline SMART dari pabrikan berlambang huruf "S" yang saat itu baru berumur sekitar 6 bulan. Mobil LCGC (Low Cost Green Car) ini adalah mobil pertama kami yang benar-benar masih standar untuk mesinnya. Keputusan kami membeli mobil merek ini dibanding merek yang lain adalah karena saya sudah sangat mengenal merek ini. Bayangkan saja, orang tua saya sudah mempunyai 3 jenis mobil dari merek ini selama 10 tahun tanpa pernah ada masalah berarti ditambah dulu juga pernah merasakan Suzuki Sidekick lama milik saudara selama beberapa bulan. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak membeli si Blue ini. Alasan lain adalah dengan harga yang cukup rendah dibandingkan dengan merek lain, kami dapat fitur standar yang lumayan, versi GL dengan audio single DIN, AC, power steering, central lock, power window (walau hanya untuk jendela depan), immobilizer, seatbelt untuk kelima penumpang, roofrail, dan kabin yang menurut saya lumayan lega dibandingkan dengan merek lain karena bentuknya yang cenderung kotak sehingga ruang di atas kepala juga cukup tinggi. Tidak banyak ubahan yang saya lakukan, saya hanya mengganti ban bawaan dengan diameter yang lebih besar yaitu R14, mengganti lampu depan dengan Osram NBR, menambahkan third brake light variasi, menambahkan Balance Sport Damper di semua kaki-kaki, memasang alarm, kaca film Solar Gard dan memasang sarung jok variasi. 


Wednesday, November 9, 2016

Eastbound...Part 2

Cerita sebelumnya...Setelah menghabiskan malam dengan mencoba fried chicken lokal..kami pun kembali ke hotel untuk beristirahat karena keesokan harinya perjalanan akan dilanjutkan ke kota Malang.

Pagi harinya setelah sarapan di hotel dengan menu nasi goreng dan pecel dan berkemas-kemas kami memulai perjalanan hari itu menuju kota Malang. Tidak ada yang spesial dalam perjalanan itu, kami melewati jalur utama Blitar-Malang yang melewati Waduk Karangkates. Jalanan cukup sepi dan sekitar pukul 12 kami telah sampai di Kepanjen. Mendung mulai menghitam dan sayapun semakin memacu motor agar tidak kehujanan dan agar segera sampai ke penginapan yang telah kami pesan sebelumnya yang bernama Family Guest House Dieng. Namun, ternyata di tengah perjalanan, hujanpun turun dan kami terpaksa berhenti untuk berteduh, padahal jarak ke penginapan hanya tinggak sekitar 3km lagi. Entah apa alasan kami waktu itu untuk tidak segera menggunakan jas hujan dan melanjutkan perjalanan. Setelah menunggu hujan reda lebih dari satu jam, kami akhirnya memutuskan untuk emnggunakan jas hujan dan melanjutkan perjalanan karena ternyata hujan tidak kunjung reda.

Sudah lebih dari jam 3 sore sewaktu kami tiba di penginapan dan kami lanjutkan dengan mandi, beristirahat, menjemur jas hujan dan memesan makan siang yang sempat tertunda. Malam harinya, hujanpun reda, kami berencana untuk mencoba bakso bakar Pak Man di Jalan Diponegoro, namun menurut mbah Google, tempat tersebut hanya buka sampai jam 8 malam. Kamipun memutuskan untuk pergi ke supermarket untuk membeli air untuk di penginapan serta makanan kecil dan buah, tidak lupa kami menyempatkan diri untuk makan malam fried chicken internasional. Setelah itu kami kembali ke penginapan, untuk beristirahat.

Keesokan paginya, kami belum mempunyai rencana yang pasti mengenai tujuan kami di kota Malang hari itu. Setelah sarapan kami pun mengobrol dengam pemilik penginapan dan pemilik penginapan menyarankan kami untuk mencoba pergi ke Pantai sendang Biru yang menurutnya cukup bagus. Kami setuju karena memang belum ada tujuan khusus hari itu. Sekitar pukul 9 pagi kami berangkat menuju pantai Sendang Biru menuju ke arah selatan kota MAlang. Untuk mencapai Pantai Tersebut sangatlah mudah karena di sepanjang jalan banyak terdapat papan petunjuk arah menuu pantai tersebut. Hari itu adalah hari minggu, makan banyak kendaraan baik itu roda dua maupun 4 yang juga mengarah ke selatan. Jalanan cukup bagus hingga mendekati pantai yang terdapat lubang di sana sini. Setelah menempuh perjalanan selama hampir 3 jam, akhirnya kami sampai ke pantai tersebut dan ketakutan kami sepanjang jalan terbukti, pantai tersebut sangat ramai dan keadaannya sangat kotor sehingga hilang sudah mood untuk menikmati pantai. Akhirnya kamipun memutuskan untuk beristirahat sejenak sambil memesan mi instan dan kemudian melanjutkan perjalanan ke pantai berikutnya, pantai Watu Leter yang jaraknya memang tidak jauh, namun karena jalan agak rusak jadi kami harus berhati-hati.

Pantai ini relatif lebih sepi dan bersih, serta yang paling penting kami bisa berjalan hingga ke bibir pantai dan sejenak merendam kaki-kaki di air yang dingin. Setelah puas bermain-main kami memutuskan untuk makan siang dengan menu ikan bakar, tapi saya lupa jenis ikannya di warung yang banyak terdapat di sekitar pantai. Setelah kenyang, kamipun berniat kembali ke kota Malang. Namun di tengah perjalanan, hujan turun dengan derasnya, namun kali ini kami tidak perlu menunggu lama untuk memutuskan menggunakan jas hujan dan melanjutkan perjalanan. Hari sudah gelap ketika kami sampai di penginapan dan kami memesan makan malam di penginapan. Hingga malam kedua ini kami belum juga memutuskan apakah akan mengakhiri perjalanan dan kembali ke jogja pada keesokan paginya atau melanjutkan perjalanan ke Bali. Keputusan belum juga diambil hingga keesokan paginya. Setelah sarapan dan hampir waktunya check out barulah keputusan untuk melanjutkan perjalanan ke Bali dibuat. Perjalanan akan dilanjutkan ke Bali mengingat jatah libur yang masih cukup lama dan motor nantinya akan dikirim menggunakan kereta api dari banyuwangi ke Jogja setelah jalan-jalan di Bali selesai.
Beristirahat di Masjid di Pasuruan

Setelah sarapan, kami membereskan barang bawaan dan bersiap melanjutkan perjalanan ke Bali, tak lupa sebelumnya kami mampir mengambil pakaian kami yang kami cuci di laundry dekat penginapan. Perjalanan ke Bali dari kota Malang kali ini akan melewati jalur: Malang, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo dan Banyuwangi. Kami tidak menargetkan untuk tiba di Bali pada hari itu juga, karena kondisi fisik yang sudah lelah dan karena kami masih mempunyai jatah libur yang cukup. Sebelum melaju keluar kota Malang, kami juga mampir ke bakso bakar Pak Man yang pada waktu hari pertama akan kami kunjungi namun sudah terlalu malam.

Sekitar Pukul 12 siang, kami sampai di daerah Purwosari kami beristirahat sekalian menunaikan Sholat Dhuhur sekalian jama` Ashar. Perjalanan kami lanjutkan melewati jalan lingkar lua kota Pasuruan dan kami berhenti untuk makan siang di Rumah Makan Tengger di timur ota Pasuruan. Ini kali kedua kami mampir ke rumah makan ini, setelah pada libur lebaran tahun 2015 saya dan istri sempat mampir menginap disini (terdapat penginapan juga di rumah makan ini) dalam perjalanan menuju Bima, NTB. Ada menu yang kami berdua suka disini yaitu bebek goreng dengan sambal mangga.

Perjalanan kembali kami lanjutkan menyusuri jalur utama ke Timur Pulau Jawa yang minim tikungan dan beberapa lubang. Melewati kota Probolinggo, hari sudah mulai sore, dan kami memutuskan untuk menyudahi perjalanan hari itu dan akan dilanjutkan kembali keesokan paginya. Namun, karena berada diantara kota besar Probolinggo dan Situbondo mambuat kami kesulitan untuk mencari tempat menginap, namun dengan bantuan situs booking hotel online yang saya lupa namanya, akhirnya kami menemukan hotel kecil yang menurut kami cukup nyaman dengan fasilitas standar seperti air hangat, AC dan TV dan dengan harga yang terjangkau. Nama hotel tempat kami menginap adalah Hotel Cerah yang berada di belakang toko bahan bangunan yang terletak di Sumberanyar, Paiton. Makan malam dan sarapan untuk esok haripun sudah dipesan dan kemudian kami beristirahat.

Keesokan harinya, setelah meminta sarapan lebih pagi, kami bersiap siap menuju pulau Bali dengan memewati jalur utama sampai ke pelabuhan penyeberangan Ketapang di Banyuwangi. Kami menyeberang sekitar pukul 11 siang dan kapal yang kami tumpangi waktu itu tidaklah terlalu penuh. Sekitar satu jam penyeberangan sampailah kami ke Pulau Bali. Tanpa menyia-nyiakan waktu, kami langsung menuju daerah Kuta Utara, tempat penginapan yang telah kami pesan sebelumnya yang bernama Spunky di gang Boom Baba jalan Merta Agung, Kerobokan. Di sekitar Tabanan, hujan kembali turun dan berlanjut hingga kami sampai ke Hotel. Setelah keluar dari kompleks pelabuhan, kami sempatkan untuk Sholat dan sekalian beristirahat sejenak dengan mampir ke rumah makan khas Banyuwangi yang banyak terdapat di sekitar Pelabuhan Gilimanuk.

Setelah beristirahat dan membersihkan diri, kami berniat mencari makan malam yang agak kekinian, setelah selama perjalanan kami lebih banyak makan makanan tradisional. Malam itu lagi-lagi menunya adalah fried chicken merek internasional yang dibeli di restoran burger, pulangnya kami mampir ke toserba 24 jam untuk membeli air mineral dan makanan ringan.

Tiket masuk Tirta Empul
Keesokan paginya, Kami berencana untuk ke Istana Tampak Siring, dengan bantuan peta Google kamipun dengan cepat sampai kesana, namun kami tidak menemukan pintu masuknya dan belakangan
Kolam di Tirta Empul
kami baru tahu bahwa istana tersebut tidak dibuka untuk umum. Karena tidak berhasil menemukan pintu masuk,kami memutuskan untuk mengunjungi objek wisata Tirta Empul, yang berada tidak jauh dari Istana Tampak Siring. Setelah puas menikmati pemandangan, kami kembali ke hotel disertai dengan hujan yang cukup deras dan kami hanya makan malam roti sobek yang kemarin kami beli dan kemudian kami beristirahat.

Kolam di Tirta Empul
Keesokan harinya, waktu bagi kami untuk mencari oleh-oleh karena keesokan paginya, tanggal 13 Februari, kami sudah harus kembali ke Banyuwangi untuk menginap dan menyerahkan motor ke jasa pengiriman. Tujuan pertama kami pagi itu adalah Cening Ayu di Sukawati untuk membeli titipan oleh-oleh. Setelah itu perjalanan dilanjutkan menuju Bali Safari Marine Park, atau taman safari Bali. Kunjungan kami ke Taman Safari Bali ini sebenarnya hanya untuk memuaskan rasa penasaran bagaimana "rupa" Taman Safari Bali ini karena kami telah mendatangi dua Taman Safari lainnya di Cisarua dan Pandaan. Harga tiket masuknya cukup fantastis!!, ya karena memang pelanggan yang disasar adalah wisatawan mancanegara dan karena harga tiket tersebut sudah termasuk Bali Agung Theatre yang menunjukkan kesenian Bali dalam bentuk tarian dan nyanyian.

Salah satu sudut di Taman Safari Bali
Hari sudah sore ketika kami selesai mengunjungi Taman Safari Bali, dan lagi-lagi hujan turun dengan derasnya, namun kami masih harus menuju ke Krisna toko oleh-oleh terkenal di bali untuk membeli tambahan oleh oleh dan dilanjutkan ke penginapan. Masih dalam keadaan hujan, setelah sebentar neristirahat dan meletakkan kardus oleh-oleh yang cukup besar di kamar, kamipun pergi mencari makan malam. Malam itu tujuan makan malam kami adalah rumah makan padang tyang terletak tidak jauh dari penginapan. Setelah kenyang dan basah kuyup, kamipun pulang ke hotel untuk beristirahat dan mulai sedikit berkemas-kemas karena esok pagi, kami akan melanjutkan perjalanan kembali ke banyuwangi.

Cerita Pertunjukan Bali Agung
Kami bangun agak pagi dan rencananya, sebelum bertolak ke Banyuwangi, kami akan mencari sarapan dan mengirimkan kardus oleh-oleh ke rumah. Tidak jauh dari penginapan, sebelumnya kami pernah melihat ada konter Pos Indonesia, dan kesanalah tujuan kami pagi itu. Alhamdulillah konter telah buka, walau sepertinya mbak-mbak penjaganya belum siap untuk menerima pengiriman. Setelah urusan pengiriman selesai, kami melewati penjual nasi kuning di dekat konter Pos Indonesia tadi dan kami membeli sarapan disana.

Kembali ke hotel, kami istirahat sejenak dan kemudian mulai memasukkan pakaian ke top box Shad 33 serta gadget, peralatan mandi, sandal, jas hujan dan kamera ke tank bag 7 Gear dan side bag Rangaroo , perjalanan kembali ke barat dimulai. Tidak ada yang spesial dalam perjalanan kami kembali ke pelabuhan Gilimanuk, jalanan relatif sepi dan menjelang siang kami telah sampai di pelabuhan dan menaiki kapal yang telah siap. Sesampainya di Ketapang, GPS langsung kami set ke Hotel Permata Indah Permai di Banyuwangi. Hotel ini semacam hotel transit bagi mereka yang akan berkunjung ke Kawah Ijen, jadi fasilitas kamarnya terbilang sangat sederhana, dan cukup ramai pada malam hari karena perjalanan ke Kawah Ijen dimulai Malam Hari.

Setelah sampai penginapan, perburuan kuliner khas Banyuwangi dimulai. Kami mencari penjual Nasi Tempong terkenal di Banyuwangi, Warung Mbak Nah namanya. Setelah puas makan dan kekenyangan, ya karena porsi nasinya memang besar, kami melanjutkan jalan-jalan sore di kota Banyuwangi. kami juga sempat mampir ke outlet Respiro di Kota Banyuwangi untuk mengganti sarung tangan yang sobek, namun karena tidak ada model dan ukuran yang diinginkan, kamipun pulang ke penginapan.

Malam harinya karena masih kenyang, kami  hanya makan roti sisa bekal perjalanan dan beristirahat karena  keesokan paginya kami harus mengantar motor ke jasa pengiriman dengan kereta api di Stasiun Banyuwangi Baru dan kamipun naik kereta ke Jogja.

Kami bangun, Sholat Subuh dan memisahkan barang bawaan mana yang akan tetap di top box dan side bag dan mana yang akan kami bawa di kereta. Setelah itu kami memulai perjalanan ke Stasiun Banyuwangi Baru untuk mengirimkan motor dan menunggu kereta api Sri Tanjung yang berangkat juga dari Stasiun Banyuwangi Baru menuju Stasiun Jogja. Sekitar pukul setengah delapan atau delapan pagi keretapun berangkat menuju pemberhentian akhir, Stasiun Lempuyangan di Yogyakarta. Hari itu berakhir pula perjalanan pertama kami bersama motor baru dan perjalanan terjauh kami selama ini dengan menunggangi sepeda motor selama lebih dari seminggu.....