Showing posts with label road. Show all posts
Showing posts with label road. Show all posts

Sunday, June 28, 2020

This is Africa 1

Jacaranda di sudut Kota Harare
Jacaranda di sudut kota Harare

Pada bulan November 2018, saya harus berpindah tempat tugas ke sebuah negara di Benua Afrika. Pekerjaan saya sekarang mengharuskan saya dan istri untuk pindah sementara dari Indonesia ke benua itu selama kurang lebih 2 tahun yang kemudian jika semua berjalan sesuai dengan rencana kami akan langsung pindah lagi ke Laos selama 2 tahun lagi dan baru kembali ke Indonesia. Ada banyak cerita dan alasan bagaimana akhirnya saya bisa terpilih atau lebih tepatnya memilih untuk tinggal di Benua Afrika tapi, apapun alasan dan ceritanya, bagi saya dan istri, ke Benua Hitam ini adalah another chapter of adventure walaupun kami sama sekali mengendarai sepeda motor seperti yang sering kami lakukan di Indonesia tapi, to see different culture, people, language and try to live with them adalah salah satu anugerah dan pemberian dari Tuhan yang sungguh rruuuarrrr biaasaa….Alhamdulillah… Tulisan ini saya buat kurang lebih 3 bulan sebelum saya harus pindah lagi ke Negara lainnya untuk tinggal dan bekerja salama 2 tahun jika semua berjalan sesuai rencana.

Negara itu dinamakan Zimbabwe yang berada di Benua Afrika bagian selatan, tepat berbatasan langsung dengan Afrika Selatan di sebelah selatannya., Negara Zambia di sebelah utaranya, Mozambique di sebelah timur dan di sebelah baratnya ada Negara Botswana. Nama nama Negara yang mungkin cukup kurang didengan oleh kita semua. Banyak hal yang dapat diceritakan di Negara ini mulai dari politik, ekonomi, sosial budaya dan masih banyak hal lainnya, namun saya tidak akan membahas hal-hal itu karena saya akan membahas mengenai tempat-tempat mana saja yang pernah saya kunjungi untuk saya bagi kepada anda.

Mungkin banyak dari anda yang sering dengar nama Zimbabwe namun ya hanya mendengar saja, seperti saya dulu. Dulu sewaktu sekolah nama Zimbabwe sering digunakan sebagai semacam ejekan untuk mengtakan bahwa sesuatu atau seseorang itu berasal dari tempat yang jauh atau kuno. Ya, itu juga sebagai salah satu alasan mengapa saya memilih untuk tinggal disini.

Harare, adalah ibukota Negara ini dimana saya tinggal, saya tinggal di apartemen berlantai 6 di daerah agak pinggir kota yang berada tepat di depan rumah dinas presiden. Hampir seluruh bangunan yang ada di kota ini merupakan bangunan yang sudah cukup lama karena dibangun sewaktu masa penjajahan Inggris, termasuk apartemen yang saya tinggali. Hampir tidak ada bangunan baru yang dibangun di negara ini karena berbagai macam alasan. Namun bangunan yang telah berumur ini menurut saya member kesan tersendiri mengenai kota ini, jadi terlihat lebih authentic menurut saya.

Victoria Falls, adalah air terjun terbesar di dunia yang kebetulan berada di antara 2 negara yaitu Zimbabwe dan Zambia, jadi masing-masing Negara membuka tempat wisata untuk dapat melihat air terjun ini. Saya belum pernah melihat Victoria Falls dari sisi Zambia, namun menurut saya dari sisi Zimbabwe sudah sangat sangat terlihat kemegahannya. Dari sisi Zimbabwe terdapat lebih dari 10 viewpoints yang disediakan, anda bisa memilih viewpoints mana yang akan dijadikan latar belakang foto anda. Saya sudah 3 kali mengunjungi air terjun ini dan tidak ada kata bosan karena ya memang pemandangannya yang luar biasa indah, perjalanan menuju kesini dari Harare jika dilakukan dengan perjalanan darat juga sangat menarik dan ini merupakan salah satu tempat yang wajib dikunjungi paling tidak sekali seumur hidup jika anda memang menggemari keindahan alam.

Jacaranda di Harare

Victoria Falls terletak agak jauh dari ibukota Negara, diperlukan waktu tempuh lebih dari 12 jam dengan kendaraan pribadi dengan jarak dari ibukota kurang lebih 800an Km. Tiga kali saya kesana, semuanya dengan kendaraan pribadi, dua kali dengan menginap dulu di tengah perjalanan, yaitu di kota Bulawayo, dan satu kali kami mencoba langsung menuju kesana tanpa menginap dan bermalam di jalan.

Suasana di Victoria Falls hampir seperti Bali di Indonesia, karena tempatnya yang sangat touristy, banyak tempat makan, penginapan yang disediakan khusus untuk para wisatawan menurut saya sangat berbeda dengan suasana  Zimbabwe pada umumnya di luar Victoria Falls yang nampak tidak semegah dan segemerlap Vicfalls.

Sebenarnya ada cara lain untuk pergi ke Vicfalls, yaitu dengan menumpang pesawat terbang dari Harare, namun kami tidak memilih opsi itu karena selain menghemat biaya kami lebih senang melakukan perjalanan darat karena kami bisa melihat berbagai pemandangan yang ada, pemandangan kota-kota kecil sepanjang jalan menuju Bulawayo, atau pedesaan dan ladang-ladang milik warga serta rumah adat mereka yang masih banyak tersebar di pinggir jalan.

Masih banyak tempat-tempat indah lainnya yang kami telah kunjungi di Negara ini, yang akan saya tulis di post selanjutnya.

Pelangi di Vicfalls

Tuesday, November 29, 2016

Kawasaki D-Tracker

Awalnya saya tidak begitu tertarik dengan sepeda motor ini karena memang kapasitas mesin yang terbilang kecil, hanya 150cc (sebelumnya saya menggunakan Bajaj Pulsar 220) dan karena badan yang cukup ramping, berbanding terbalik dengan badan saya., terlebih lagi, harganya yang cukup fantastis, jika dibandingkan dengan harga baru Bajaj Pulsar saya dulu. 

Setelah sekian lama mencari-cari sepeda motor pengganti si Benji (Bajaj Pulsar saya dulu), browsing sana-sini, mampir ke dealer berbagai merek, saya mulai melirik motor ini karena ada salah satu informasi yang saya dapatkan yang menyatakan bahwa D-Tracker versi tahun 2016 akan mempunyai dimensi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan D-Tracker keluaran tahun-tahun sebelumnya. lingkar roda  juga bertambah besar dari ukuran 14" menjadi 17". Mesin juga mengalami sedikit, ya sedikiit perubahan dari versi lama untuk meningkatkan sedikit tenaga yang memang hanya sedikit. Hal lain yang membuat saya semakin ingin memiliki adalah karena motor ini menggunakan basis yang sama dengan  KLX yang membuat motor ini dapat digunakan di semua medan ditambah suspensi depan yang sudah Upside Down. Saya kembali teringat perjalanan saya di Gunung Salak dulu, dengan medan yang cukup parah dan membayangkan bagaimana jika saya kembali kesana dengan menggunakan motor ini. Hm...suatu hari saya akan kembali....


Satu yang menjadi kekurangan dari motor ini menurut saya, meskipun sudah bertambah panjang, namun karena secara alami, motor ini merupakan motor untuk 1 penumpang saja (tanpa pembonceng), jok terlalu pendek sehingga ketika istri saya membonceng akan terasa agak lebih sempit dibandingkan dengan si Benji, jok yang terlalu pendek ini juga semakin terasa pendek setelah saya memasang box belakang Shad 33 diatas braket custom. namuuuunnn, seperti pepatah mengatakan, nobody`s perfect, begitu pula dengan sepeda motor, pasti ada kekurangan dan kelebihannya, ya kan? ya kan? Buktinya, telah banyak tempat yang saya dan istri saya telah datangi dengan si Suki (nama D-Tracker 150 saya). Saya sementara ini berdomisili di Yogyakarta, dan bersama si Suki, saya dan istri sudah sampai ke Bandung+Jakarta, Bali via Jalur selatan Jatim, Tawangmangu dan masih banyak tempat lainnya.


Tidak banyak ubahan yang telah saya lakukan, terutama di bagian mesin, semuanya masih standard, hanya beberapa aksesoris tambahan yang berguna saja yang sudah terpasang. Hal pertama yang saya lakukan setelah motor tiba di tangan adalah memasang braket custom untuk dudukan box belakang dan box samping/panniers. Untuk pemakaian harian dalam kota, box ini selalu terpasang dengan cantiknya di belakang si Suki. Karena motor jenis ini tidak mempunyai bagasi, mempunyai ruang penyimpanan tahan cuaca yang dapat dikunci adalah hal yang penting karena dapat untuk menyimpan jas hujan, sarung tangan, masker dkk. Untuk perjalanan jauh, yang saya baru tahu belakangan, jika mengganti box Shad 33 dengan duffle bag anti air dari 7Gear akan jauh lebih nayaman karena selain daya tampung yang lebih besar dibandingkan dengan box saya, tas ini membuat pembonceng dapat duduk agak lebih lega karena tas dapat ditempatkan sedikit ke belakang. Untuk dudukan box samping sementara ini hanya saya gunakan untuk meletakkan side bag merek Rangaroo sebagai ruang penyimpanan tambahan. Selain itu saya juga memiliki tankbag seri Mondo dari 7Gear.


Ubahan lainnya yang saya lakukan adalah menambah busa pada jok karena jok bawaan terasa sangat tipis dan cepat membuat bokong panas. Menambah busa memang sedikit mengurangi rasa panas dan pegal, namun saya rasa masih kurang nyaman, terutama karena jok yang tidak begitu lebar. Mungkin nanti, sebelum saya melakukan perjalanan jauh lainnya saya akan mencoba mencari spesialis jok motor untuk memperlebar penampang jok agar lebih nyaman.

Kawasaki D-Tracker 150 versi baru ini dijual dengan 2 varian, varian standar dan varian Special Edition (SE). tidak ada perbedaan spesifikasi diantara kedua jenis ini, yang membedakan hanyalah aksesoris yang menempel, seperti adanya handguard, engine guard, frame guard dan setang model fatbar pada varian SE. Saya sebenarnya ingin membeli varian SE berwarna kuning hitam,namun, karena waktu inden yang cukup lama, plus motor lama sudah laku, saya membeli varian biasa dengan warna putih oranye. Karena tetap ingin memiliki varian SE, lalu saya membeli sendiri semua aksesoris varian SE dan memasangnya pada si Suki, jadilah SE versi KW.

Untuk perjalanan jauh, terutama jika ingin melewati rute baru yang belum pernah dilewati, saya membeli GPS waterproof sehingga untuk memastikan daya listrik GPS selalu penuh, saya memasang motorcycle USB charger. Selain untuk GPS, charger ini juga bisa digunakan untuk mengisi daya HP. Tahun 2012 saya membeli GPS waterproof 3,5" dari sebuah toko online, GPS ini tidak bermerek dan menggunakan peta gratis dari www.navigasi.net. Saya cukup nyaman menggunakan GPS ini pada awalnya, dan hampir tidak ada masalah sama sekali, namun karena sering memutakhirkan peta dan ukuran file peta versi baru menjadi semakin besar, GPS semakin lama semakin lemot atau bahkan gagal mencari rute sehingga saya tidak dapat menggunakan peta versi terbaru. Karena alasan tersebut, saya mencoba mencari informasi tentang GPS waterproof yang murah dan reliable. Pilihan saya akhirnya jatuh kepada Garmin Nuvi 200 yang memang dapat digunakan untuk mobil dan sepeda motor. Garmin sebenarnya juga menyediakan beberapa GPS handheld basic dengan harga yang lumayan terjangkau seperti etrex 20 maupun etrex 30, namun ukuran layarnya terlalu kecil.

Terakhir, untuk menghalau angin dan elemen-elemen lain saya juga memasang windshield dari Geba yang memang didesain khusus untuk Kawasaki KLX/D-Tracker. Cukup berkomunikasi lewat whatsapp, pilih jenis windshield yang akan dibeli, transfer uangnya dan barang siap dikirim sampai ke rumah. Cara memasangnya juga cukup mudah dan dapat dilakukan sendiri, walau memakan waktu yang cukup lama bagi saya untuk memasangnya sendiri.  

nb: Setelah handguard terpasang saya belum sempat foto lagi...

Wednesday, November 9, 2016

Eastbound...Part 2

Cerita sebelumnya...Setelah menghabiskan malam dengan mencoba fried chicken lokal..kami pun kembali ke hotel untuk beristirahat karena keesokan harinya perjalanan akan dilanjutkan ke kota Malang.

Pagi harinya setelah sarapan di hotel dengan menu nasi goreng dan pecel dan berkemas-kemas kami memulai perjalanan hari itu menuju kota Malang. Tidak ada yang spesial dalam perjalanan itu, kami melewati jalur utama Blitar-Malang yang melewati Waduk Karangkates. Jalanan cukup sepi dan sekitar pukul 12 kami telah sampai di Kepanjen. Mendung mulai menghitam dan sayapun semakin memacu motor agar tidak kehujanan dan agar segera sampai ke penginapan yang telah kami pesan sebelumnya yang bernama Family Guest House Dieng. Namun, ternyata di tengah perjalanan, hujanpun turun dan kami terpaksa berhenti untuk berteduh, padahal jarak ke penginapan hanya tinggak sekitar 3km lagi. Entah apa alasan kami waktu itu untuk tidak segera menggunakan jas hujan dan melanjutkan perjalanan. Setelah menunggu hujan reda lebih dari satu jam, kami akhirnya memutuskan untuk emnggunakan jas hujan dan melanjutkan perjalanan karena ternyata hujan tidak kunjung reda.

Sudah lebih dari jam 3 sore sewaktu kami tiba di penginapan dan kami lanjutkan dengan mandi, beristirahat, menjemur jas hujan dan memesan makan siang yang sempat tertunda. Malam harinya, hujanpun reda, kami berencana untuk mencoba bakso bakar Pak Man di Jalan Diponegoro, namun menurut mbah Google, tempat tersebut hanya buka sampai jam 8 malam. Kamipun memutuskan untuk pergi ke supermarket untuk membeli air untuk di penginapan serta makanan kecil dan buah, tidak lupa kami menyempatkan diri untuk makan malam fried chicken internasional. Setelah itu kami kembali ke penginapan, untuk beristirahat.

Keesokan paginya, kami belum mempunyai rencana yang pasti mengenai tujuan kami di kota Malang hari itu. Setelah sarapan kami pun mengobrol dengam pemilik penginapan dan pemilik penginapan menyarankan kami untuk mencoba pergi ke Pantai sendang Biru yang menurutnya cukup bagus. Kami setuju karena memang belum ada tujuan khusus hari itu. Sekitar pukul 9 pagi kami berangkat menuju pantai Sendang Biru menuju ke arah selatan kota MAlang. Untuk mencapai Pantai Tersebut sangatlah mudah karena di sepanjang jalan banyak terdapat papan petunjuk arah menuu pantai tersebut. Hari itu adalah hari minggu, makan banyak kendaraan baik itu roda dua maupun 4 yang juga mengarah ke selatan. Jalanan cukup bagus hingga mendekati pantai yang terdapat lubang di sana sini. Setelah menempuh perjalanan selama hampir 3 jam, akhirnya kami sampai ke pantai tersebut dan ketakutan kami sepanjang jalan terbukti, pantai tersebut sangat ramai dan keadaannya sangat kotor sehingga hilang sudah mood untuk menikmati pantai. Akhirnya kamipun memutuskan untuk beristirahat sejenak sambil memesan mi instan dan kemudian melanjutkan perjalanan ke pantai berikutnya, pantai Watu Leter yang jaraknya memang tidak jauh, namun karena jalan agak rusak jadi kami harus berhati-hati.

Pantai ini relatif lebih sepi dan bersih, serta yang paling penting kami bisa berjalan hingga ke bibir pantai dan sejenak merendam kaki-kaki di air yang dingin. Setelah puas bermain-main kami memutuskan untuk makan siang dengan menu ikan bakar, tapi saya lupa jenis ikannya di warung yang banyak terdapat di sekitar pantai. Setelah kenyang, kamipun berniat kembali ke kota Malang. Namun di tengah perjalanan, hujan turun dengan derasnya, namun kali ini kami tidak perlu menunggu lama untuk memutuskan menggunakan jas hujan dan melanjutkan perjalanan. Hari sudah gelap ketika kami sampai di penginapan dan kami memesan makan malam di penginapan. Hingga malam kedua ini kami belum juga memutuskan apakah akan mengakhiri perjalanan dan kembali ke jogja pada keesokan paginya atau melanjutkan perjalanan ke Bali. Keputusan belum juga diambil hingga keesokan paginya. Setelah sarapan dan hampir waktunya check out barulah keputusan untuk melanjutkan perjalanan ke Bali dibuat. Perjalanan akan dilanjutkan ke Bali mengingat jatah libur yang masih cukup lama dan motor nantinya akan dikirim menggunakan kereta api dari banyuwangi ke Jogja setelah jalan-jalan di Bali selesai.
Beristirahat di Masjid di Pasuruan

Setelah sarapan, kami membereskan barang bawaan dan bersiap melanjutkan perjalanan ke Bali, tak lupa sebelumnya kami mampir mengambil pakaian kami yang kami cuci di laundry dekat penginapan. Perjalanan ke Bali dari kota Malang kali ini akan melewati jalur: Malang, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo dan Banyuwangi. Kami tidak menargetkan untuk tiba di Bali pada hari itu juga, karena kondisi fisik yang sudah lelah dan karena kami masih mempunyai jatah libur yang cukup. Sebelum melaju keluar kota Malang, kami juga mampir ke bakso bakar Pak Man yang pada waktu hari pertama akan kami kunjungi namun sudah terlalu malam.

Sekitar Pukul 12 siang, kami sampai di daerah Purwosari kami beristirahat sekalian menunaikan Sholat Dhuhur sekalian jama` Ashar. Perjalanan kami lanjutkan melewati jalan lingkar lua kota Pasuruan dan kami berhenti untuk makan siang di Rumah Makan Tengger di timur ota Pasuruan. Ini kali kedua kami mampir ke rumah makan ini, setelah pada libur lebaran tahun 2015 saya dan istri sempat mampir menginap disini (terdapat penginapan juga di rumah makan ini) dalam perjalanan menuju Bima, NTB. Ada menu yang kami berdua suka disini yaitu bebek goreng dengan sambal mangga.

Perjalanan kembali kami lanjutkan menyusuri jalur utama ke Timur Pulau Jawa yang minim tikungan dan beberapa lubang. Melewati kota Probolinggo, hari sudah mulai sore, dan kami memutuskan untuk menyudahi perjalanan hari itu dan akan dilanjutkan kembali keesokan paginya. Namun, karena berada diantara kota besar Probolinggo dan Situbondo mambuat kami kesulitan untuk mencari tempat menginap, namun dengan bantuan situs booking hotel online yang saya lupa namanya, akhirnya kami menemukan hotel kecil yang menurut kami cukup nyaman dengan fasilitas standar seperti air hangat, AC dan TV dan dengan harga yang terjangkau. Nama hotel tempat kami menginap adalah Hotel Cerah yang berada di belakang toko bahan bangunan yang terletak di Sumberanyar, Paiton. Makan malam dan sarapan untuk esok haripun sudah dipesan dan kemudian kami beristirahat.

Keesokan harinya, setelah meminta sarapan lebih pagi, kami bersiap siap menuju pulau Bali dengan memewati jalur utama sampai ke pelabuhan penyeberangan Ketapang di Banyuwangi. Kami menyeberang sekitar pukul 11 siang dan kapal yang kami tumpangi waktu itu tidaklah terlalu penuh. Sekitar satu jam penyeberangan sampailah kami ke Pulau Bali. Tanpa menyia-nyiakan waktu, kami langsung menuju daerah Kuta Utara, tempat penginapan yang telah kami pesan sebelumnya yang bernama Spunky di gang Boom Baba jalan Merta Agung, Kerobokan. Di sekitar Tabanan, hujan kembali turun dan berlanjut hingga kami sampai ke Hotel. Setelah keluar dari kompleks pelabuhan, kami sempatkan untuk Sholat dan sekalian beristirahat sejenak dengan mampir ke rumah makan khas Banyuwangi yang banyak terdapat di sekitar Pelabuhan Gilimanuk.

Setelah beristirahat dan membersihkan diri, kami berniat mencari makan malam yang agak kekinian, setelah selama perjalanan kami lebih banyak makan makanan tradisional. Malam itu lagi-lagi menunya adalah fried chicken merek internasional yang dibeli di restoran burger, pulangnya kami mampir ke toserba 24 jam untuk membeli air mineral dan makanan ringan.

Tiket masuk Tirta Empul
Keesokan paginya, Kami berencana untuk ke Istana Tampak Siring, dengan bantuan peta Google kamipun dengan cepat sampai kesana, namun kami tidak menemukan pintu masuknya dan belakangan
Kolam di Tirta Empul
kami baru tahu bahwa istana tersebut tidak dibuka untuk umum. Karena tidak berhasil menemukan pintu masuk,kami memutuskan untuk mengunjungi objek wisata Tirta Empul, yang berada tidak jauh dari Istana Tampak Siring. Setelah puas menikmati pemandangan, kami kembali ke hotel disertai dengan hujan yang cukup deras dan kami hanya makan malam roti sobek yang kemarin kami beli dan kemudian kami beristirahat.

Kolam di Tirta Empul
Keesokan harinya, waktu bagi kami untuk mencari oleh-oleh karena keesokan paginya, tanggal 13 Februari, kami sudah harus kembali ke Banyuwangi untuk menginap dan menyerahkan motor ke jasa pengiriman. Tujuan pertama kami pagi itu adalah Cening Ayu di Sukawati untuk membeli titipan oleh-oleh. Setelah itu perjalanan dilanjutkan menuju Bali Safari Marine Park, atau taman safari Bali. Kunjungan kami ke Taman Safari Bali ini sebenarnya hanya untuk memuaskan rasa penasaran bagaimana "rupa" Taman Safari Bali ini karena kami telah mendatangi dua Taman Safari lainnya di Cisarua dan Pandaan. Harga tiket masuknya cukup fantastis!!, ya karena memang pelanggan yang disasar adalah wisatawan mancanegara dan karena harga tiket tersebut sudah termasuk Bali Agung Theatre yang menunjukkan kesenian Bali dalam bentuk tarian dan nyanyian.

Salah satu sudut di Taman Safari Bali
Hari sudah sore ketika kami selesai mengunjungi Taman Safari Bali, dan lagi-lagi hujan turun dengan derasnya, namun kami masih harus menuju ke Krisna toko oleh-oleh terkenal di bali untuk membeli tambahan oleh oleh dan dilanjutkan ke penginapan. Masih dalam keadaan hujan, setelah sebentar neristirahat dan meletakkan kardus oleh-oleh yang cukup besar di kamar, kamipun pergi mencari makan malam. Malam itu tujuan makan malam kami adalah rumah makan padang tyang terletak tidak jauh dari penginapan. Setelah kenyang dan basah kuyup, kamipun pulang ke hotel untuk beristirahat dan mulai sedikit berkemas-kemas karena esok pagi, kami akan melanjutkan perjalanan kembali ke banyuwangi.

Cerita Pertunjukan Bali Agung
Kami bangun agak pagi dan rencananya, sebelum bertolak ke Banyuwangi, kami akan mencari sarapan dan mengirimkan kardus oleh-oleh ke rumah. Tidak jauh dari penginapan, sebelumnya kami pernah melihat ada konter Pos Indonesia, dan kesanalah tujuan kami pagi itu. Alhamdulillah konter telah buka, walau sepertinya mbak-mbak penjaganya belum siap untuk menerima pengiriman. Setelah urusan pengiriman selesai, kami melewati penjual nasi kuning di dekat konter Pos Indonesia tadi dan kami membeli sarapan disana.

Kembali ke hotel, kami istirahat sejenak dan kemudian mulai memasukkan pakaian ke top box Shad 33 serta gadget, peralatan mandi, sandal, jas hujan dan kamera ke tank bag 7 Gear dan side bag Rangaroo , perjalanan kembali ke barat dimulai. Tidak ada yang spesial dalam perjalanan kami kembali ke pelabuhan Gilimanuk, jalanan relatif sepi dan menjelang siang kami telah sampai di pelabuhan dan menaiki kapal yang telah siap. Sesampainya di Ketapang, GPS langsung kami set ke Hotel Permata Indah Permai di Banyuwangi. Hotel ini semacam hotel transit bagi mereka yang akan berkunjung ke Kawah Ijen, jadi fasilitas kamarnya terbilang sangat sederhana, dan cukup ramai pada malam hari karena perjalanan ke Kawah Ijen dimulai Malam Hari.

Setelah sampai penginapan, perburuan kuliner khas Banyuwangi dimulai. Kami mencari penjual Nasi Tempong terkenal di Banyuwangi, Warung Mbak Nah namanya. Setelah puas makan dan kekenyangan, ya karena porsi nasinya memang besar, kami melanjutkan jalan-jalan sore di kota Banyuwangi. kami juga sempat mampir ke outlet Respiro di Kota Banyuwangi untuk mengganti sarung tangan yang sobek, namun karena tidak ada model dan ukuran yang diinginkan, kamipun pulang ke penginapan.

Malam harinya karena masih kenyang, kami  hanya makan roti sisa bekal perjalanan dan beristirahat karena  keesokan paginya kami harus mengantar motor ke jasa pengiriman dengan kereta api di Stasiun Banyuwangi Baru dan kamipun naik kereta ke Jogja.

Kami bangun, Sholat Subuh dan memisahkan barang bawaan mana yang akan tetap di top box dan side bag dan mana yang akan kami bawa di kereta. Setelah itu kami memulai perjalanan ke Stasiun Banyuwangi Baru untuk mengirimkan motor dan menunggu kereta api Sri Tanjung yang berangkat juga dari Stasiun Banyuwangi Baru menuju Stasiun Jogja. Sekitar pukul setengah delapan atau delapan pagi keretapun berangkat menuju pemberhentian akhir, Stasiun Lempuyangan di Yogyakarta. Hari itu berakhir pula perjalanan pertama kami bersama motor baru dan perjalanan terjauh kami selama ini dengan menunggangi sepeda motor selama lebih dari seminggu.....