Tuesday, November 29, 2016

Kawasaki D-Tracker

Awalnya saya tidak begitu tertarik dengan sepeda motor ini karena memang kapasitas mesin yang terbilang kecil, hanya 150cc (sebelumnya saya menggunakan Bajaj Pulsar 220) dan karena badan yang cukup ramping, berbanding terbalik dengan badan saya., terlebih lagi, harganya yang cukup fantastis, jika dibandingkan dengan harga baru Bajaj Pulsar saya dulu. 

Setelah sekian lama mencari-cari sepeda motor pengganti si Benji (Bajaj Pulsar saya dulu), browsing sana-sini, mampir ke dealer berbagai merek, saya mulai melirik motor ini karena ada salah satu informasi yang saya dapatkan yang menyatakan bahwa D-Tracker versi tahun 2016 akan mempunyai dimensi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan D-Tracker keluaran tahun-tahun sebelumnya. lingkar roda  juga bertambah besar dari ukuran 14" menjadi 17". Mesin juga mengalami sedikit, ya sedikiit perubahan dari versi lama untuk meningkatkan sedikit tenaga yang memang hanya sedikit. Hal lain yang membuat saya semakin ingin memiliki adalah karena motor ini menggunakan basis yang sama dengan  KLX yang membuat motor ini dapat digunakan di semua medan ditambah suspensi depan yang sudah Upside Down. Saya kembali teringat perjalanan saya di Gunung Salak dulu, dengan medan yang cukup parah dan membayangkan bagaimana jika saya kembali kesana dengan menggunakan motor ini. Hm...suatu hari saya akan kembali....


Satu yang menjadi kekurangan dari motor ini menurut saya, meskipun sudah bertambah panjang, namun karena secara alami, motor ini merupakan motor untuk 1 penumpang saja (tanpa pembonceng), jok terlalu pendek sehingga ketika istri saya membonceng akan terasa agak lebih sempit dibandingkan dengan si Benji, jok yang terlalu pendek ini juga semakin terasa pendek setelah saya memasang box belakang Shad 33 diatas braket custom. namuuuunnn, seperti pepatah mengatakan, nobody`s perfect, begitu pula dengan sepeda motor, pasti ada kekurangan dan kelebihannya, ya kan? ya kan? Buktinya, telah banyak tempat yang saya dan istri saya telah datangi dengan si Suki (nama D-Tracker 150 saya). Saya sementara ini berdomisili di Yogyakarta, dan bersama si Suki, saya dan istri sudah sampai ke Bandung+Jakarta, Bali via Jalur selatan Jatim, Tawangmangu dan masih banyak tempat lainnya.


Tidak banyak ubahan yang telah saya lakukan, terutama di bagian mesin, semuanya masih standard, hanya beberapa aksesoris tambahan yang berguna saja yang sudah terpasang. Hal pertama yang saya lakukan setelah motor tiba di tangan adalah memasang braket custom untuk dudukan box belakang dan box samping/panniers. Untuk pemakaian harian dalam kota, box ini selalu terpasang dengan cantiknya di belakang si Suki. Karena motor jenis ini tidak mempunyai bagasi, mempunyai ruang penyimpanan tahan cuaca yang dapat dikunci adalah hal yang penting karena dapat untuk menyimpan jas hujan, sarung tangan, masker dkk. Untuk perjalanan jauh, yang saya baru tahu belakangan, jika mengganti box Shad 33 dengan duffle bag anti air dari 7Gear akan jauh lebih nayaman karena selain daya tampung yang lebih besar dibandingkan dengan box saya, tas ini membuat pembonceng dapat duduk agak lebih lega karena tas dapat ditempatkan sedikit ke belakang. Untuk dudukan box samping sementara ini hanya saya gunakan untuk meletakkan side bag merek Rangaroo sebagai ruang penyimpanan tambahan. Selain itu saya juga memiliki tankbag seri Mondo dari 7Gear.


Ubahan lainnya yang saya lakukan adalah menambah busa pada jok karena jok bawaan terasa sangat tipis dan cepat membuat bokong panas. Menambah busa memang sedikit mengurangi rasa panas dan pegal, namun saya rasa masih kurang nyaman, terutama karena jok yang tidak begitu lebar. Mungkin nanti, sebelum saya melakukan perjalanan jauh lainnya saya akan mencoba mencari spesialis jok motor untuk memperlebar penampang jok agar lebih nyaman.

Kawasaki D-Tracker 150 versi baru ini dijual dengan 2 varian, varian standar dan varian Special Edition (SE). tidak ada perbedaan spesifikasi diantara kedua jenis ini, yang membedakan hanyalah aksesoris yang menempel, seperti adanya handguard, engine guard, frame guard dan setang model fatbar pada varian SE. Saya sebenarnya ingin membeli varian SE berwarna kuning hitam,namun, karena waktu inden yang cukup lama, plus motor lama sudah laku, saya membeli varian biasa dengan warna putih oranye. Karena tetap ingin memiliki varian SE, lalu saya membeli sendiri semua aksesoris varian SE dan memasangnya pada si Suki, jadilah SE versi KW.

Untuk perjalanan jauh, terutama jika ingin melewati rute baru yang belum pernah dilewati, saya membeli GPS waterproof sehingga untuk memastikan daya listrik GPS selalu penuh, saya memasang motorcycle USB charger. Selain untuk GPS, charger ini juga bisa digunakan untuk mengisi daya HP. Tahun 2012 saya membeli GPS waterproof 3,5" dari sebuah toko online, GPS ini tidak bermerek dan menggunakan peta gratis dari www.navigasi.net. Saya cukup nyaman menggunakan GPS ini pada awalnya, dan hampir tidak ada masalah sama sekali, namun karena sering memutakhirkan peta dan ukuran file peta versi baru menjadi semakin besar, GPS semakin lama semakin lemot atau bahkan gagal mencari rute sehingga saya tidak dapat menggunakan peta versi terbaru. Karena alasan tersebut, saya mencoba mencari informasi tentang GPS waterproof yang murah dan reliable. Pilihan saya akhirnya jatuh kepada Garmin Nuvi 200 yang memang dapat digunakan untuk mobil dan sepeda motor. Garmin sebenarnya juga menyediakan beberapa GPS handheld basic dengan harga yang lumayan terjangkau seperti etrex 20 maupun etrex 30, namun ukuran layarnya terlalu kecil.

Terakhir, untuk menghalau angin dan elemen-elemen lain saya juga memasang windshield dari Geba yang memang didesain khusus untuk Kawasaki KLX/D-Tracker. Cukup berkomunikasi lewat whatsapp, pilih jenis windshield yang akan dibeli, transfer uangnya dan barang siap dikirim sampai ke rumah. Cara memasangnya juga cukup mudah dan dapat dilakukan sendiri, walau memakan waktu yang cukup lama bagi saya untuk memasangnya sendiri.  

nb: Setelah handguard terpasang saya belum sempat foto lagi...

Monday, November 28, 2016

Ke Bima..day 6

Diorama di Jatim Park 1
Hari ke-6...saatnya mencoba pemanas air yang hari kemarin baru saja kami beli. Tidak tanggung-tanggung, pemanas air yang berkapasitas tidak sampai satu liter tersebut akan kami gunakan untuk memasak air untuk mandi. Percobaan pertama berhasil, air berhasil menjadi panas dan saya mempersilakan istri saya untuk mandi terlebih dahulu dan saya akan kembali memasak air untuk saya sendiri. Di kamar hotel tersebut, tidak tersedia banyak outlet listrik, sehingga kami agak kesulitan sewaktu memasak air tersebut dan karena itu pula kami harus meletakkan pemanas air tersebut di atas kasur. Sebelum istri saya mandi, saya sempat mengambil air dari kamar mandi untuk dimasak, sambil saya membayangkan enaknya mandi menggunakan air hangat di pagi yang cukup sejuk itu. Sambil menunggu air masak, saya membuka-buka hp dan sebentar-sebentar melirik ke arah pemanas air tersebut. Setelah istri saya hampir selesai mandi dan saya telah selesai membuka-buka hp, saya kembali melirik ke arah pemanas air tadi dan saya melihat ada sesuatu yang aneh dari pemanas air itu. Aneh karena airnya tidak mengeluarkan gelembung-gelembung kecil seperti tadi dan saya dekatkan tangan ke atas permukaan air tersebut dan ternyata airnya masih saja dingin. Tidak mau ambil resiko tersengat aliran listrik, saya mencabut pemanas air dari stop kontaknya dan memasukkan jari ke dalam air, dingin, itu yang saya rasakan. Saya coba membetulkan sambungan kabel yang menancap di alat itu dan memindah colokan listriknya ke outlet yang lain, namun hasilnya sama saja, air tetap dingin. Saya belum mau mengakui jika alat yang baru terpakai sekali itu rusak, sehingga saya tetap mencoba memanaskan air sementara saya mandi menggunakan air dingin. Setelah mandi saya kembali mengecek airnya dan tetap saja..dingin.. Ya sudah, akhirnya saya mengalah dan mengakui bahwa alat itu rusak, busted, tidak bisa dipakai dan menerima kenyataan bahwa kami akan tetap mandi air dingin pada mandi-mandi berikutnya di hotel ini. Pemanas air itu, walaupun sudah rusak, anehnya tidak kami buang, dan masih tersimpan rapi di dalam box plastik yang kamu bawa selama perjalanan.

Setelah selesai urusan permandian, saatnya menghibur diri dengan mencari sarapan yang agak berbau ayam. Ya, pilihannya tentu saja jatuh kepada restoran ayam goreng cepat saji yang paling jago. Yup, tidak jauh dari hotel memang terdapat restoran itu dan kami hanya perlu berjalan kaki saja sebentar. Pulang dari makan ayam goreng, kami sempat mencari toko alat listrik untuk membeli colokan listrik tambahan atau rol kabel untuk tambahan colokan di kamar hotel yang hanya sedikit. untuk menghemat uang jajan,kami memilih rol kabel yang termurah. Kami membutuhkan banyak colokan listrik karena memang gadget yang harus kami charge cukup banyak. Pada perjalanan ini kami membawa:

1. HP masing-masing 1 buah = 2 buah
2. HP sebagai secondary GPS = 1 buah
3. Kamera digital = 1 buah
4. Action Cam = 1 buah
5. GPS = 1 buah (memang dapat diisi daya di mobil namun sering saya lepas untuk menentukan rute     dan membuat waypoint)
6. Tablet (bukan obat) untuk browsing tujuan dan memesan penginapan = 1 buah

Kami sebenarnya juga telah melengkapi si Blue dengan power inverter yang dapat mengubah listrik dari lighter mobil menjadi listrik AC 220V, namun pada prakteknya di perjalanan, jarang sekali kami mengisi daya semua gadget kami di mobil, paling hanya HP/tablet saja.
Lion and lioness of Jatim Park I
Hari itu tujuan kami adalah kembali ke Batu untuk mengunjungi Museum Angkut dan Jatim Park 1, kami berdua sama-sama belum pernah mengunjunginya, jadi alasan kami kesana adalah karena rasa penasaran. Setelah selesai membeli rol kabel, kami bersiap-siap dan segera melaju kembali ke Batu setelah acara halal bihalal di kantor Bupati (kalau tidak salah ingat) di depan hotel selesai karena selama acara itu berlangsung, jalanan di depan hotel ditutup. Seteleh GPS menunjukan bahwa Museum Angkut berada tidak jauh lagi, kami terkejut karena antrian mobil yang akan menuju ke Museum Angkut sangatlah ramai, hingga mengular naga panjangnya bukan kepalang. Namun, karena tekad sudah bulat, kamipun ikut mengantri dan bersabar karena memang tempatnya masih belum buka. Setelah mengantri cukup lama, kami entah bagaimana mendapat parkir bukan di halaman parkir resmi Museum Angkut, melainkan di semacam tanah lapang di sebelah komplek museum. Ya, tidak apa-apalah, walau saya tahu ongkos parkirnya pasti jauuuuh lebih mahal.

Setelah turun dari mobil, kami ikut mengantri karcis dan ternyata antrian manusia yang akan membeli
karcis juga sangat panjang, sangaaaatttt panjaaaang. Namun sekali lagi, karena tekad sudah bulat ya kami tetap ikut mengantri. Akhirnya tiba giliran kami sampai di depan loket dan berhasil membeli tiket. Kami menuju ke pintu masuk dan tiba di ruangan yang sangat besar yang berisikan koleksi sepeda motor dan mobil kuno yang cukup banyak. Kami pikir, inilah ruang pamer utama museum ini dan hanya sebentar saja pasti akan selesai berkeliling. Namun dugaan kami salah besar karena kompleknya sangat besar dan terbagi menjadi berbagai macam tema seperti Hollywood, untuk kendaraan-kendaraan dari Amerika dan negara Inggris, untuk kendaraan-kendaraan yang berasal dari Inggris dan kami memerlukan waktu hampir tiga jam untuk menyelesaikannya. 

Replika karapan sapi kalo gak salah...
Setelah puas (dan lelah) berkeliling di Museum Angkut, kami lalu menuju ke semacam pameran kesenian atau kebudayaan yang berada di komplek museum. Pameran tersebut berisikan barang-barang yang berkaitan dengan kebudayaan Indonesia seperti topeng dan senjata-senjata kuno, setelah itu kami mampir ke semacam arena kuliner bertema Venice yang masih juga berada di lingkungan museum, kami sempat makan sebangsa siomay atau batagor untuk mengganjal perut dan menyudahi kunjungan ke Museum Angkut kali itu. Untuk kunjungan kami ke Museum Angkut ini saya tidak bisa menjelaskan terlalu detail karena selain kejadiannya sudah lebih dari setahun yang lalu, file-file foto khusus Museum Angkut ini hilang, raib, gone with wind, musnah entah kemana, padahal foto-foto perjalanan sebelumnya dan setelah Museum Angkut ini ada. Bahkan foto-foto di Jatim Park I, yang masih satu hari dengan Museum Angkut masih ada, aneh.

Hari sudah agak sore ketika kami sampai di Jatim Park 1, bahkan kami termasuk rombongan terakhir yang masuk ke Jatim Park 1. Isi dari Jatim Park 1 ini mirip TMII menurut saya, kebanyakan berisikan sejarah dan kebudayaan Indonesia. Permainan anak juga tersedia disini, namun jumlahnya sedikit, inti dari Jatim Park I ini mungkin untuk menambah wawasan mengenai Indonesia, jadi yang diutamakan adalah isinya. Kalau seperti kata orang akuntansi itu substance over form, lebih mementingkan isi daripada bentuk. Tidak sempat banyak berhenti dan mengambil foto karena memang tempatnya sudah akan tutup, kami melaju menuju pintu keluar dan langsung kembali menuju Malang. Sebelumnya untuk mengganjal perut (lagi) dan sekalian makan malam, kami makan di Hot CMM sambil menunggu kepadatan kendaraan yang turun dari Batu ke Malang berkurang. Setelah selesai makan kami kembali ke hotel, untuk beristirahat, sepertinya tidak mandi karena udara dingin dan thanks to broken water boiler, kemudian packing karena besok, sanak saudara dari Istri yang akan menuju ke Jember akan tiba di Malang untuk menginap semalam dan kami harus check out dari hotel Santosa..ZzZzZz
Peta Jatim Park I


Sunday, November 27, 2016

Ke Bima..day 5

Bunga-bunga Selecta
Hari kelima perjalanan, kami berada di Malang, setelah pada hari keempat kemarin kami berangkat dari Pasuruan, mampir ke Taman Safari Prigen dan tiba di Malang. Rencananya hari kelima ini kami akan pergi ke Batu,  namun sampai waktu berangkat, belum juga diputuskan akan mengunjungi apa nanti di Batu. Pagi itu, kami sarapan soto ayam yang dibeli di dekat sebuah bank, di salah satu sudut alun-alun kota Malang setelah sebelumnya berjalan-jalan dahulu di sekitar alun-alun. Setelah selesai sarapan, kami kembali ke penginapan, beristirahat sebentar dan kemudian mandi. Setelah mandi dan bersiap-siap, kami memulai perjalanan ke Batu.

Dalam perjalanan ke Batu, akhirnya diputuskan bahwa kami akan mengunjungi taman wisata Selecta. Kenapa dipilih Selecta? Tidak ada alasan khusus sama sekali, mungkin hanya karena dahulu semasa kuliah, saya pernah mengunjungi tempat ini dan saat itu saya penasaran bagaimana perubahannya setelah sekian lama. Taman wisata Selecta secara umum adalah....taman...yang ditanami berbagai jenis bunga, serta terdapat beberapa permainan anak-anak serta kolam renang. Bagi kami tidak banyak yang bisa dilakukan disana selain memandangi taman, melihat anak-anak bermain dan berenang serta makan. Setelah
Selecta
mulai lelah berkeliaran di Selecta, kami memutuskan untuk makan siang karena hari sudah agak sore. Kami berangkat memang agak siang, sudah sekitar pukul 10 pagi dari Malang sehingga sesampainya di Selecta, hari sudah siang. Setelah makan siang dan sholat, kami tidak langsung kembali ke kota Malang, melainkan menuju ke Batu Night Spectacular (BNS). GPS langsung saya set menuju BNS dan ternyata lokasinya tidak begitu jauh dari Selecta.

Batu Night Spectacular menurut saya seperti pasar malam yang disana tersedia banyak permainan seperti di pasar malam plus bentuk landmark terkenal yang dihiasi dengan lampu-lampu warna-warni. Setelah puas bermain-main dan melihat-lihat pemandangan disana, kami memutuskan untuk makan malam disana, sholat dan segera kembali ke Malang karena besok paginya, kami akan kembali lagi ke Batu untuk mengunjungi tempat yang lain.
Pemandangan di BNS
bentuk seperti hewan, tulisan dan

Sesampainya di hotel, sekitar pukul 8 malam udara sudah menjadi lebih sejuk, dan walaupun kami sudah mandi, kami membayangkan betapa nikmatnya mandi menggunakan air hangat. Karena kami memilih kamar yang tidak terdapat air panas, kamipun berinisiatif untuk membeli pemanas air listrik di supermarket merek Prancis yang teletak tidak jauh dari hotel...Pemanas air listriknya akan dicoba untuk mandi esok paginya....setelah itu kami pergi tidur ZzZzZz.....

L.O.V.E

Saturday, November 26, 2016

Ke Bima..day 4

Pada hari sebelumnya terjadi kebingungan tingkat internasional mengenai rencana perjalanan kami saat itu, namun setelah dipikirkan dengan kepala dingin, kami memutuskan untuk menunda menyeberang ke Bali dan muter-muter di Jawa Timur bagian selatan dan timur selama kurang lebih seminggu sambil menunggu pernikahan di Jember.

ini Jerapah

Hari ke 4 perjalanan sejak dari Yogyakarta, kami masih berada di penginapan Rumah Makan Tengger di kota Pasuruan, kami bangun agak pagi waktu itu, karena sepupu saya mengajak kami pergi mencari sarapan khas Pasuruan katanya (sayangnya saya lupa jenis makanannya, tetapi ingat tempat mencarinya yaitu di sekitar stadion Pasuruan, karena memang yang dicari sedang tutup). Singkat kata singkat cerita, kemudian mereka mengajak kami untuk mencoba makanan lainnya yaitu STMJ dan ketan yang berada di sekitar Masjid kota Pasuruan di sekitar alun alun. Ada yang menarik perhatian saya disini (sayang kami lupa membawa kamera pada waktu itu), ternyata banyak sekali pembeli STMJ dan ketan tersebut, namun hampir semuanya adalah laki-laki, masih lengkap menggunakan sarung dan baju koko. Kata sepupu saya sih, setelah selesai sholat Subuh di masjid kota Pasuruan,mereka langsung menuju kesini untuk menyantap ketan dan STMJ tadi.

ini Harimau
Karena kami ber-6 hanya menggunakan pakaian kasual dan merasa out of place kami memutuskan untuk take away saja ketan dan STMJnya dan kamipun menuju ke area pelabuhan Pasuruan untuk menyantap makanan dan minuman yang kami beli tadi. Duduk di tepi pelabuhan, memandangi kapal-kapal kami menyantap semuanya, mengobrol sejenak dan kembali lagi ke penginapan. Hari itu rencananya kami akan segera bertolak ke Malang untuk meneruskan perjalanan. Setelah packing dan berpamitan dengan saudara sepupu, kami langsung berangkat menuju kota Malang dengan melewati jalan Pasuruan-Lawang yang kemudian bertemu dengan jalan utama Surabaya-Malang di daerah Purworejo. Kami berencana untuk tidak langsung menuju Malang, namun mampir dahulu ke Taman Safari Prigen. Ada tiga taman safari di Indonesia, yaitu di Cisarua, Prigen dan Bali. Taman Safari Cisarua, kami sudah pernah megunjunginya dan kami penasaran seperti apa Taman Safari Prigen ini, jadi karena memang searah, kami mampir dahulu. Isinya kurang lebih sama dengan Taman Safari Cisarua, namun menurut kami area Taman Safari Prigen ini memang lebih luas dan jalanannya lebih menantang, jadi bagi yang ingin kesini, pastikan kondisi kendaraan anda dalam keadaan sehat walafiat. Banyak kendaraan yang kami temui tidak kuat menanjak atau mengalami overheating karena waktu itu pengunjungnya cukup ramai.

Nunut Ngiyup
Setelah puas bermain-main dan bercengkrama dengan saudara-saudara tua disana dan karena hari sudah mulai sore kami melanjutkan perjalanan ke Malang. Jalanan tidak begitu ramai jadi hanya sekitar 1 jam perjalanan, diiringi lagu dari Ylvis kami sudah sampai ke hotel Santosa di sekitar alun-alun Malang. Hotel yang sudah cukup lama menurut saya, dilihat dari bangunannya, namun karena kami mendapatkan harga yang sangat murah, yaitu sekitar 100.000an per hari (saya lupa pastinya) kami mendapatkan kamar standar dengan kapasitas untuk 4 orang, tanpa AC, tanpa TV, tanpa air panas tetapi mendapatkan sarapan pagi jajanan tradisional. Setelah sampai hotel, kami beristirahat sebentar, mandi dan mencari makan malam yaitu sate ayam yang dijual di depan hotel. Setelah itu kembali ke hotel, menyantap makan malam dan ZzZzZ.......
Salah satu sudut Taman Safari Prigen

Friday, November 25, 2016

Riding a Motorbike is......

sumber: Google image
Sepeda motor saat ini merupakan salah satu alat transportasi yang paling banyak digunakan di Indonesia, bahkan mungkin di dunia. Oleh sebagian orang, sepeda motor bahkan sudah lebih dari sekedar alat transportasi, sepeda motor sudah merupakan bagian dari gaya hidup. Semakin banyak orang, tidak hanya di Indonesia tetapi di dunia yang melakukan perjalanan jauh menggunakan sepeda motor. Tidak tanggung-tanggung, perjalanan keliling dunia dengan menggunakan sepeda motorpun telah banyak dilakukan. Jika anda ingin mencoba mencari cerita mengenai petualangan bermotor jarak jauh atau bahkan keliling dunia, anda cukup mencarinya di mesin pencari Google dengan kata kunci seperti: "RTW motorcycle story", "motorcycle around the world" atau "motorcycle journey story". Dari hasil mesin pencari tersebut anda juga dapat menemukan berbagai forum motorcycle travel yang memuat lebih banyak cerita dari pengendara yang akan, sedang maupun telah melakukan perjalanan di seluruh dunia.

Sumber: Google image
Di Indonesia sendiri belum terlalu banyak pengendara sepeda motor yang melakukan perjalanan keliling dunia, namun bukan berarti belum pernah ada. Coba saja anda ketik Jeffrey Polnaja di mesin pencari Google, atau langsung saja buka www.rideforpeace.info. Jeffrey Polnaja adalah mungkin orang Indonesia yang berhasil melakukan perjalanan keliling dunia pertama dengan menggunakan sepeda motor. Tidak tanggung-tanggung Jeffrey Polnaja, menurut wikipedia juga memecahkan rekor sebagai pengendara motor keliling dunia dengan jarak terjauh ketiga, yaitu sejauh 440.000 km. Hm..such an inspiring story right?? Selain Jeffrey Polnaja, coba juga ketik Mario Iroth di mesin pencari Google dan lihat apa hasilnya.

Sumber: Google image
Perjalanan jauh menggunakan sepeda motor di Indonesia juga sudah bukan merupakan barang langka lagi, hampir setiap hari, terutama di jalan lintas kota atau propinsi, kita dapat menemukan pengendara yang sedang melakukan perjalanan jauh, entah apapun tujuannya. Pada dasarnya perjalanan jauh mengendarai sepeda motor, entah itu dalam rangka perjalanan keliling dunia, perjalanan komuter di akhir pekan atau karena memang hobi melakukan perjalanan dengan sepeda motor memiliki prinsip yang sama yaitu kesiapan mental, fisik dan sepeda motor serta perlengkapannya. Saya tidak akan membahas jenis-jenis sepeda motor yang akan digunakan karena memilih sepeda motor menurut saya seperti memilih pasangan hidup kita, cocok-cocokan. Sepeda motor yang mahal, dengan merek terkenal belum tentu cocok dan nyaman dikendarai untuk perjalanan jarak jauh, begitu pula dengan sepeda motor kelas ekonomis juga belum tentu tidak nyaman dipakai jarak jauh. Saya pernah membaca di salah satu forum sepeda motor, yang menandakan sepeda motor itu cocok untuk anda adalah jika anda merasa fun dalam mengendarainya. Bukti lainnya adalah, saya sudah pernah membaca berbagai cerita perjalanan keliling dunia dengan berbagai jenis sepeda motor, mulai dari sepeda motor bebek, skuter, HD, touring motorcycle, sampai sepeda motor yang memang ditujukan untuk perjalanan jauh dan dapat digunakan di segala medan. Yang penting itu orangnya, bukan sepeda motornya, asalkan punya niat, siap fisik, mental dan tahu batas kemampuan sepeda motor, siap secara finansial juga sih... anda dapat melakukan perjalanan jauh, bahkan keliling dunia sekalipun.
Sumber: Google image

Tidak hanya sepeda motor, kelengkapan lainnyapun harus anda persiapkan, baik itu tool kit yang diperlukan selama perjalanan, maupun kelengkapan berkendara seperti jas hujan, jaket dan celana bermotor yang sesuai, helm, sarung tangan hingga masker penutup hidung agar anda tidak terlalu banyak menghirup polusi selama di perjalanan. Di musim hujan, jas hujan adalah kelengkapan yang mutlak harus dibawa agar tidak basah selama perjalanan, namun jika hujan semakin deras dan mungkin disertai dengan angin, alangkah baiknya jika kita mencari tempat yang aman untuk berteduh. Menggunakan jas hujan memang dapat menghindari basahnya pakaian kita, namun bagaimana dengan sepatu yang kita pakai? Jika sepatu bermotor anda memang waterproof itu tidak menjadi masalah, namun bagaimana jika tidak waterproof? Apakah kita akan menggunakan sandal jepit sebagai pengganti sepatu? Saat ini ada solusi yang cukup mudah, yaitu sengan menggunakan mantel khusus untuk sepatu yang dapat membuat sepatu anda tetap kering pada musim hujan. Salah satu contohnya adalah mantel sepatu bernama Cosh yang terdiri dari dua jenis yaitu mantel sepatu khusus sepatu boot dan mantel sepatu pantofel atau casual. Cara memakainya mudah, lebih mudah dan cepat daripada anda melepas sepatu anda, menyimpannya dan mengganti dengan sandal jepit. Selain lebih mudah dan cepat, kaki anda juga akan lebih aman karena anda tetap bisda menggunakan sepatu di dalamnya. Jika Penasaran dengan mantel sepatu ini, anda dapat melihatnya di mantel sepatu.
Sumber: Google image

  Ride Safely!!!

Thursday, November 24, 2016

Ke Bima..day 3

Pada postingan sebelumnya saya telah menceritakan tentang bagaimana berubah-ubahnya rencana kami saat itu, karena memang ya tidak ada sesuatu yang pasti dalam sebuah road trip, touring maupun backpacking, semua rencana dapat berubah seketika karena banyak hal. Tapi perubahan rencana tersebut bukanlah sesuatu yang buruk, itu adalah bagian dari perjalanan yang harus kita hadapi. Selalu berpikiran positif itu salah satu kuncinya, jika kita tidak dapat mencapai tempat yang direncanakan, itu bukan masalah, karena prinsip saya, seperti banyak qoutes tentang travelling, adalah the destination is not that important, the journey is. Intinya adalah sebisa mungkin fokus kepada perjalanan, nikmatilah perjalanannya, jika bisa mencapai tujuan, well, that`s the bonus.

Berikut ini akan saya tampilkan rute perjalanan berangkat dari Yogyakarta, Tuban, hotel Cerah di Paiton, kembali ke Pasuruan, Malang, Probolinggo, Jember, Singaraja, Lombok, Bima.


Pada hari ketiga perjalanan, kegalauan dimulai. Pada hari ini kami mulai bimbang apakah tetap akan melanjutkan perjalanan menyeberang ke Bali atau berputar-putar dulu di Jawa Timur selama kurang lebih seminggu agar dapat menghadiri pernikahan di Jember, baru kemudian menyeberang ke Bali. Ada juga alternatif lain yang sempat kami pikirkan saat itu, namun akan sangat tidak efektif dan efisien, yaitu kami menyeberang ke Bali dan Lombok mungkin pada hari itu, stay selama kurang lebih seminggu, kemudian baru menuju ke Jember dan dilanjutkan dengan pulang ke Yogyakarta.

Namun akhirnya, setelah dibicarakan dengan saksama, diputuskan bahwa, menghadiri pernikahan dulu sebelum ke Bali adalah pilihan yang tepat, karena memang kami juga belum pernah berkeliling Jawa Timur bagian timur dan selatan. Hal lain yang membuat kami mengubah rencana adalah pada pagi itu, kami dihubungi oleh sepupu kami bahwa dia sedang berada di penginapan di RM. Tengger di Pasuruan. Kamipun dengan segera memutuskan untuk segera menuju ke arah Pasuruan dan memintakan sepupu kami untuk mencarikan kamar dan Alhamdulillah, masih ada kamar kosong. Rencana kami seketika berubah menjadi kembali ke arah Pasuruan, menginap disana selama satu malam dan kemudian menuju ke Malang, dimana saudara dari istri berkumpul untuk bersama-sama menuju ke Jember.

Jalanan di Sumbawa
Setelah check out dari hotel Cerah, kembalilah kami menuju ke arah barat untuk sampai ke RM Tengger di kota Pasuruan yang jaraknya tidak begitu jauh. Sebelum tengah hari kami telah sampai dan beristirahat sebentar. Sore harinya kami keluar mencari makanan kecil untuk di penginapan dan tali jemuran kacil untuk kami pasang di mobil. Dalam perjalanan ini kami memang sudah bersiap membawa deterjen dan ember lipat untuk mencuci pakaian in case di penginapan tidak tersedia jasa cuci mencuci atau karena kami memang hanya transit semalam dan menggunakan jasa laundry di penginapan tidak memungkinkan. Setelah semua didapat, kami kembali ke penginapan, untuk mandi dan beristirahat dan memesan makan malam dari rumah makan penginapan.....


Ke Bima..day 2

Setelah sekitar pukul 5 sore kami sampai di rumah saudara di kota Tuban, kami lanjutkan dengan bertemu saudara-saudara lainnya untuk saling bermaaf-maafan dan kemudian beristirahat. Keesokan harinya, yaitu hari kedua lebaran di tahun 2015, setelah bersama-sama ziarah ke makan kakek dan makam-makam lainnya, kamipun berencana untuk langsung menuju pulau Bali karena orang tua juga sudah harus berangkat ke Jakarta bersama dengan saudara kembar saya pada siang itu. Rencana yang telah kami tetapkan saat itu, karena libur kami terbatas dan kami ingin mencapai titik terjauh yang kami bisa adalah dengan melewatkan pernikahan sepupu istri saya dan lanjut menuju pulau Bali saat itu juga. Maka setelah sholat Dhuhur, berangkatlah kami menuju timur pulau Jawa dengan melewati jalur pantai utara Jawa Timur, jadi kami tidak mengambil jalur utama Tuban-Surabaya melewati kota Babat, namun melewati tepi pantai utara Jawa Timur sampai dengan lokasi Wisata Bahari Lamongan (WBL), terus melewati tol di kota Gresik, tol Surabaya-Gempol, Sidoarjo dan keluar di sekitar kota Bangil.

Menuju pelabuhan Kayangan di Lombok
Hari sudah semakin sore ketika kami mencapai Bangil, dan pada saat itu, niatan untuk harus sampai ke Bali masih sangat besar, jadi dengan meningkatkan kecepatan si Blue, kami terus melaju ke arah timur menuju Banyuwangi. Di sekitar kota Probolinggo, kami istirahat sejenak untuk sholat Ashar, pada saat itu sudah sekitar pukul 5 sore dan niat untuk langsung menuju ke Bali sudah tidak sebesar tadi, karena selain perjalanan masih cukup jauh, saya juga tidak berani menyeberang ke Bali malam hari. Sampai saat itu, kami masih berpegang pada rencana untuk melewatkan pernikahan sepupu istri saya di Jember dan jika kami tidak dapat menyeberang ke Bali malam itu, kami tetap akan menyeberang keesokan harinya setelah menginap semalam.

Perjalanan kami lanjutkan kembali setelah sholat Ashar dan hari sudah sangat gelap ketika kami memasuki daerah Paiton. Karena badan juga sudah lelah dan takut untuk menyeberang pada malam hari, makan kami putuskan untuk mencari penginapan dan mengakhiri hari itu. Tidak banyak pilihan penginapan di daerah tersebut, namun kami berhasil menemukan satu penginapan yang lumayan bersih dan terjangkau, yaitu Hotel Cerah di daerah Paiton, yang berlokasi di belakang toko besi Cerah. Lagi-lagi tidak banyak foto yang kami ambil saat itu karena memang jalurnya sudah pernah kami lewati sebelumnya dan memang kami tidak banyak berhenti untuk mengejar waktu. Sampai hari ini, kami masih berpegang pada rencana untuk melewatkan pernikahan sepupu istri dan melaju sejauh mungkin ke timur.
Menuju ke Pink Beach, Lombok

Rencana perjalanan kami kali ini sudah banyak sekali berubah sejak pertama kali kami membicarakannya. Awalnya kami akan melakukan perjalanan ini dengan menggunakan sepeda motor dan hanya akan sampai ke Larantuka saja, namun karena libur yang terbatas dan kami harus menghadiri pernikahan sepupu istri saya di Jember, kami putuskan untuk memajukan jadwal keberangkatan dan mengganti kendaraan dengan menggunakan mobil, karena akan sangat membuang waktu jika kami ke Jember menggunakan mobil, kemudian kembali lagi ke Yogyakarta dan kembali menuju timur dengan menggunakan sepeda motor. Karena jadwal keberangkatan kami dimajukan, maka kami berpikir mungkin kami dapat pergi lebih jauh lagi ke Timur, maka kamipun berencana, jika memungkinkan akan mencoba ke pulau Timor, yaitu Kupang, Atambua dan mungkin menyeberang ke negara tetangga. Kami sudah mencari-cari informasi, rute, penginapan, dan bahkan sudah menghubungi kolega saya di KBRI negara tetangga untuk mencari informasi mengenai kemungkinan mengendarai kendaraan yang teregistrasi di Indonesia ke sana.

Namun, hal tersebut pada akhirnya tidak dapat terlaksana juga karena ternyata jadwal masuk kuliah kembali istri saya berubah menjadi lebih cepat dan jadwal yang telah kami susun kembali berantakan. Kami sempat berpikiran untuk tidak jadi menghadiri pernikahan sepupu istri saya di Jember dan tetap pada rencana awal, namun setelah kami pikir-pikir kembali, bertemu dan berkumpul bersama sanak saudara jauh lebih penting dan perjalanan ke timur, akan tetap dilakukan, namun tidak ditetapkan target tertentu, hanya mengendarai mobil ke arah timur sampai waktu libur habis dan kembali lagi ke Yogyakarta..Sungguh memang benar perkataan "Manusia berencana, Tuhan yang menentukan" itu....

Wednesday, November 23, 2016

Ke Bima...day 1

Perjalanan kali ini merupakan perjalanan yang sebenarnya tidak sesuai dengan rencana kami (saya dan istri) karena jadwal libur yang berubah dan keterbatasan waktu yang kami punya. Rencana awalnya adalah kami akan pergi ke Larantuka menggunakan sepeda motor, namun karena tepat seminggu setelah lebaran sepupu dari istri saya menikah di kota Jember, maka kami sepakat untuk pergi menggunakan mobil saja karena jika harus datang ke pernikahan di luar kota menggunakan sepeda motor sangatlah tidak nyaman dan praktis. Walaupun pernikahannya masih seminggu setelah lebaran, namun kami berangkat meninggalkan kota Yogyakarta pada hari pertama lebaran karena setelah Sholat Idul Fitri bersama keluarga dari istri saya, kami harus pergi ke kota Tuban untuk bertemu dengan orang tua saya yang hari sebelumnya telah berangkat ke Tuban untuk merayakan lebaran disana. Kami sempat mempunyai rencana untuk tidak jadi datang ke acara pernikahan sepupu istri saya dan langsung melanjutkan perjalanan ke timur, namun dengan berbagai pertimbangan, akhirnya kami tetap pergi ke Jember walaupun sebelum itu kami sempat menginap di Bondowoso, Pasuruan dan Malang terlebih dahulu...

Somewhere diantara Sumbawa Besar dan Dompu
Kami berangkat sekitar pukul 10 atau 11 siang dari rumah mertua saya di jalan Parangtritis Yogyakarta, melewati Kotagede, Gedong Kuning dan akhirnya sampai ke jalan Solo. Perjalanan kali itu tidak langsung menuju ke Tuban, yang berada di pantai utara Jawa Timur, namun harus mengantar ibu mertua saya ke Solo dulu, baru setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke Tuban. Jalanan relatif lancar pada siang itu, mungkin karena masih banyak orang yang berkumpul bersama dengan keluarganya. sekitar pukul 1 siang kami sampai ke kota Solo dan mampir sebentar, bersalam-salaman dengan keluarga di Solo dan melanjutkan perjalanan. Dari kota solo kami mengikuti jalur utama menuju kota sragen, ngawi dan kemudian berbelok ke arah utara menuju kota Bojonegoro. Di sekitar wilayah Padangan kami sempat beristirahat sejenak untuk sholat jama` Dhuhur dan Ashar. Jalanan menuju arah Bojonegoro dari Ngawi sudah relatif mulus dan hanya sedikit kendaraan yang lewat jadi kami bisa memacu si Blue lebih cepat dan pada sekitar pukul 5 kami sudah sampai di jalan WR Supratman di kota Tuban....

Dashboard Suzuki Karimun Wagon R
Pada perjalanan kali ini kami menggunakan mobil kecil yang punya tagline SMART dari pabrikan berlambang huruf "S" yang saat itu baru berumur sekitar 6 bulan. Mobil LCGC (Low Cost Green Car) ini adalah mobil pertama kami yang benar-benar masih standar untuk mesinnya. Keputusan kami membeli mobil merek ini dibanding merek yang lain adalah karena saya sudah sangat mengenal merek ini. Bayangkan saja, orang tua saya sudah mempunyai 3 jenis mobil dari merek ini selama 10 tahun tanpa pernah ada masalah berarti ditambah dulu juga pernah merasakan Suzuki Sidekick lama milik saudara selama beberapa bulan. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak membeli si Blue ini. Alasan lain adalah dengan harga yang cukup rendah dibandingkan dengan merek lain, kami dapat fitur standar yang lumayan, versi GL dengan audio single DIN, AC, power steering, central lock, power window (walau hanya untuk jendela depan), immobilizer, seatbelt untuk kelima penumpang, roofrail, dan kabin yang menurut saya lumayan lega dibandingkan dengan merek lain karena bentuknya yang cenderung kotak sehingga ruang di atas kepala juga cukup tinggi. Tidak banyak ubahan yang saya lakukan, saya hanya mengganti ban bawaan dengan diameter yang lebih besar yaitu R14, mengganti lampu depan dengan Osram NBR, menambahkan third brake light variasi, menambahkan Balance Sport Damper di semua kaki-kaki, memasang alarm, kaca film Solar Gard dan memasang sarung jok variasi. 


Wednesday, November 9, 2016

Eastbound...Part 2

Cerita sebelumnya...Setelah menghabiskan malam dengan mencoba fried chicken lokal..kami pun kembali ke hotel untuk beristirahat karena keesokan harinya perjalanan akan dilanjutkan ke kota Malang.

Pagi harinya setelah sarapan di hotel dengan menu nasi goreng dan pecel dan berkemas-kemas kami memulai perjalanan hari itu menuju kota Malang. Tidak ada yang spesial dalam perjalanan itu, kami melewati jalur utama Blitar-Malang yang melewati Waduk Karangkates. Jalanan cukup sepi dan sekitar pukul 12 kami telah sampai di Kepanjen. Mendung mulai menghitam dan sayapun semakin memacu motor agar tidak kehujanan dan agar segera sampai ke penginapan yang telah kami pesan sebelumnya yang bernama Family Guest House Dieng. Namun, ternyata di tengah perjalanan, hujanpun turun dan kami terpaksa berhenti untuk berteduh, padahal jarak ke penginapan hanya tinggak sekitar 3km lagi. Entah apa alasan kami waktu itu untuk tidak segera menggunakan jas hujan dan melanjutkan perjalanan. Setelah menunggu hujan reda lebih dari satu jam, kami akhirnya memutuskan untuk emnggunakan jas hujan dan melanjutkan perjalanan karena ternyata hujan tidak kunjung reda.

Sudah lebih dari jam 3 sore sewaktu kami tiba di penginapan dan kami lanjutkan dengan mandi, beristirahat, menjemur jas hujan dan memesan makan siang yang sempat tertunda. Malam harinya, hujanpun reda, kami berencana untuk mencoba bakso bakar Pak Man di Jalan Diponegoro, namun menurut mbah Google, tempat tersebut hanya buka sampai jam 8 malam. Kamipun memutuskan untuk pergi ke supermarket untuk membeli air untuk di penginapan serta makanan kecil dan buah, tidak lupa kami menyempatkan diri untuk makan malam fried chicken internasional. Setelah itu kami kembali ke penginapan, untuk beristirahat.

Keesokan paginya, kami belum mempunyai rencana yang pasti mengenai tujuan kami di kota Malang hari itu. Setelah sarapan kami pun mengobrol dengam pemilik penginapan dan pemilik penginapan menyarankan kami untuk mencoba pergi ke Pantai sendang Biru yang menurutnya cukup bagus. Kami setuju karena memang belum ada tujuan khusus hari itu. Sekitar pukul 9 pagi kami berangkat menuju pantai Sendang Biru menuju ke arah selatan kota MAlang. Untuk mencapai Pantai Tersebut sangatlah mudah karena di sepanjang jalan banyak terdapat papan petunjuk arah menuu pantai tersebut. Hari itu adalah hari minggu, makan banyak kendaraan baik itu roda dua maupun 4 yang juga mengarah ke selatan. Jalanan cukup bagus hingga mendekati pantai yang terdapat lubang di sana sini. Setelah menempuh perjalanan selama hampir 3 jam, akhirnya kami sampai ke pantai tersebut dan ketakutan kami sepanjang jalan terbukti, pantai tersebut sangat ramai dan keadaannya sangat kotor sehingga hilang sudah mood untuk menikmati pantai. Akhirnya kamipun memutuskan untuk beristirahat sejenak sambil memesan mi instan dan kemudian melanjutkan perjalanan ke pantai berikutnya, pantai Watu Leter yang jaraknya memang tidak jauh, namun karena jalan agak rusak jadi kami harus berhati-hati.

Pantai ini relatif lebih sepi dan bersih, serta yang paling penting kami bisa berjalan hingga ke bibir pantai dan sejenak merendam kaki-kaki di air yang dingin. Setelah puas bermain-main kami memutuskan untuk makan siang dengan menu ikan bakar, tapi saya lupa jenis ikannya di warung yang banyak terdapat di sekitar pantai. Setelah kenyang, kamipun berniat kembali ke kota Malang. Namun di tengah perjalanan, hujan turun dengan derasnya, namun kali ini kami tidak perlu menunggu lama untuk memutuskan menggunakan jas hujan dan melanjutkan perjalanan. Hari sudah gelap ketika kami sampai di penginapan dan kami memesan makan malam di penginapan. Hingga malam kedua ini kami belum juga memutuskan apakah akan mengakhiri perjalanan dan kembali ke jogja pada keesokan paginya atau melanjutkan perjalanan ke Bali. Keputusan belum juga diambil hingga keesokan paginya. Setelah sarapan dan hampir waktunya check out barulah keputusan untuk melanjutkan perjalanan ke Bali dibuat. Perjalanan akan dilanjutkan ke Bali mengingat jatah libur yang masih cukup lama dan motor nantinya akan dikirim menggunakan kereta api dari banyuwangi ke Jogja setelah jalan-jalan di Bali selesai.
Beristirahat di Masjid di Pasuruan

Setelah sarapan, kami membereskan barang bawaan dan bersiap melanjutkan perjalanan ke Bali, tak lupa sebelumnya kami mampir mengambil pakaian kami yang kami cuci di laundry dekat penginapan. Perjalanan ke Bali dari kota Malang kali ini akan melewati jalur: Malang, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo dan Banyuwangi. Kami tidak menargetkan untuk tiba di Bali pada hari itu juga, karena kondisi fisik yang sudah lelah dan karena kami masih mempunyai jatah libur yang cukup. Sebelum melaju keluar kota Malang, kami juga mampir ke bakso bakar Pak Man yang pada waktu hari pertama akan kami kunjungi namun sudah terlalu malam.

Sekitar Pukul 12 siang, kami sampai di daerah Purwosari kami beristirahat sekalian menunaikan Sholat Dhuhur sekalian jama` Ashar. Perjalanan kami lanjutkan melewati jalan lingkar lua kota Pasuruan dan kami berhenti untuk makan siang di Rumah Makan Tengger di timur ota Pasuruan. Ini kali kedua kami mampir ke rumah makan ini, setelah pada libur lebaran tahun 2015 saya dan istri sempat mampir menginap disini (terdapat penginapan juga di rumah makan ini) dalam perjalanan menuju Bima, NTB. Ada menu yang kami berdua suka disini yaitu bebek goreng dengan sambal mangga.

Perjalanan kembali kami lanjutkan menyusuri jalur utama ke Timur Pulau Jawa yang minim tikungan dan beberapa lubang. Melewati kota Probolinggo, hari sudah mulai sore, dan kami memutuskan untuk menyudahi perjalanan hari itu dan akan dilanjutkan kembali keesokan paginya. Namun, karena berada diantara kota besar Probolinggo dan Situbondo mambuat kami kesulitan untuk mencari tempat menginap, namun dengan bantuan situs booking hotel online yang saya lupa namanya, akhirnya kami menemukan hotel kecil yang menurut kami cukup nyaman dengan fasilitas standar seperti air hangat, AC dan TV dan dengan harga yang terjangkau. Nama hotel tempat kami menginap adalah Hotel Cerah yang berada di belakang toko bahan bangunan yang terletak di Sumberanyar, Paiton. Makan malam dan sarapan untuk esok haripun sudah dipesan dan kemudian kami beristirahat.

Keesokan harinya, setelah meminta sarapan lebih pagi, kami bersiap siap menuju pulau Bali dengan memewati jalur utama sampai ke pelabuhan penyeberangan Ketapang di Banyuwangi. Kami menyeberang sekitar pukul 11 siang dan kapal yang kami tumpangi waktu itu tidaklah terlalu penuh. Sekitar satu jam penyeberangan sampailah kami ke Pulau Bali. Tanpa menyia-nyiakan waktu, kami langsung menuju daerah Kuta Utara, tempat penginapan yang telah kami pesan sebelumnya yang bernama Spunky di gang Boom Baba jalan Merta Agung, Kerobokan. Di sekitar Tabanan, hujan kembali turun dan berlanjut hingga kami sampai ke Hotel. Setelah keluar dari kompleks pelabuhan, kami sempatkan untuk Sholat dan sekalian beristirahat sejenak dengan mampir ke rumah makan khas Banyuwangi yang banyak terdapat di sekitar Pelabuhan Gilimanuk.

Setelah beristirahat dan membersihkan diri, kami berniat mencari makan malam yang agak kekinian, setelah selama perjalanan kami lebih banyak makan makanan tradisional. Malam itu lagi-lagi menunya adalah fried chicken merek internasional yang dibeli di restoran burger, pulangnya kami mampir ke toserba 24 jam untuk membeli air mineral dan makanan ringan.

Tiket masuk Tirta Empul
Keesokan paginya, Kami berencana untuk ke Istana Tampak Siring, dengan bantuan peta Google kamipun dengan cepat sampai kesana, namun kami tidak menemukan pintu masuknya dan belakangan
Kolam di Tirta Empul
kami baru tahu bahwa istana tersebut tidak dibuka untuk umum. Karena tidak berhasil menemukan pintu masuk,kami memutuskan untuk mengunjungi objek wisata Tirta Empul, yang berada tidak jauh dari Istana Tampak Siring. Setelah puas menikmati pemandangan, kami kembali ke hotel disertai dengan hujan yang cukup deras dan kami hanya makan malam roti sobek yang kemarin kami beli dan kemudian kami beristirahat.

Kolam di Tirta Empul
Keesokan harinya, waktu bagi kami untuk mencari oleh-oleh karena keesokan paginya, tanggal 13 Februari, kami sudah harus kembali ke Banyuwangi untuk menginap dan menyerahkan motor ke jasa pengiriman. Tujuan pertama kami pagi itu adalah Cening Ayu di Sukawati untuk membeli titipan oleh-oleh. Setelah itu perjalanan dilanjutkan menuju Bali Safari Marine Park, atau taman safari Bali. Kunjungan kami ke Taman Safari Bali ini sebenarnya hanya untuk memuaskan rasa penasaran bagaimana "rupa" Taman Safari Bali ini karena kami telah mendatangi dua Taman Safari lainnya di Cisarua dan Pandaan. Harga tiket masuknya cukup fantastis!!, ya karena memang pelanggan yang disasar adalah wisatawan mancanegara dan karena harga tiket tersebut sudah termasuk Bali Agung Theatre yang menunjukkan kesenian Bali dalam bentuk tarian dan nyanyian.

Salah satu sudut di Taman Safari Bali
Hari sudah sore ketika kami selesai mengunjungi Taman Safari Bali, dan lagi-lagi hujan turun dengan derasnya, namun kami masih harus menuju ke Krisna toko oleh-oleh terkenal di bali untuk membeli tambahan oleh oleh dan dilanjutkan ke penginapan. Masih dalam keadaan hujan, setelah sebentar neristirahat dan meletakkan kardus oleh-oleh yang cukup besar di kamar, kamipun pergi mencari makan malam. Malam itu tujuan makan malam kami adalah rumah makan padang tyang terletak tidak jauh dari penginapan. Setelah kenyang dan basah kuyup, kamipun pulang ke hotel untuk beristirahat dan mulai sedikit berkemas-kemas karena esok pagi, kami akan melanjutkan perjalanan kembali ke banyuwangi.

Cerita Pertunjukan Bali Agung
Kami bangun agak pagi dan rencananya, sebelum bertolak ke Banyuwangi, kami akan mencari sarapan dan mengirimkan kardus oleh-oleh ke rumah. Tidak jauh dari penginapan, sebelumnya kami pernah melihat ada konter Pos Indonesia, dan kesanalah tujuan kami pagi itu. Alhamdulillah konter telah buka, walau sepertinya mbak-mbak penjaganya belum siap untuk menerima pengiriman. Setelah urusan pengiriman selesai, kami melewati penjual nasi kuning di dekat konter Pos Indonesia tadi dan kami membeli sarapan disana.

Kembali ke hotel, kami istirahat sejenak dan kemudian mulai memasukkan pakaian ke top box Shad 33 serta gadget, peralatan mandi, sandal, jas hujan dan kamera ke tank bag 7 Gear dan side bag Rangaroo , perjalanan kembali ke barat dimulai. Tidak ada yang spesial dalam perjalanan kami kembali ke pelabuhan Gilimanuk, jalanan relatif sepi dan menjelang siang kami telah sampai di pelabuhan dan menaiki kapal yang telah siap. Sesampainya di Ketapang, GPS langsung kami set ke Hotel Permata Indah Permai di Banyuwangi. Hotel ini semacam hotel transit bagi mereka yang akan berkunjung ke Kawah Ijen, jadi fasilitas kamarnya terbilang sangat sederhana, dan cukup ramai pada malam hari karena perjalanan ke Kawah Ijen dimulai Malam Hari.

Setelah sampai penginapan, perburuan kuliner khas Banyuwangi dimulai. Kami mencari penjual Nasi Tempong terkenal di Banyuwangi, Warung Mbak Nah namanya. Setelah puas makan dan kekenyangan, ya karena porsi nasinya memang besar, kami melanjutkan jalan-jalan sore di kota Banyuwangi. kami juga sempat mampir ke outlet Respiro di Kota Banyuwangi untuk mengganti sarung tangan yang sobek, namun karena tidak ada model dan ukuran yang diinginkan, kamipun pulang ke penginapan.

Malam harinya karena masih kenyang, kami  hanya makan roti sisa bekal perjalanan dan beristirahat karena  keesokan paginya kami harus mengantar motor ke jasa pengiriman dengan kereta api di Stasiun Banyuwangi Baru dan kamipun naik kereta ke Jogja.

Kami bangun, Sholat Subuh dan memisahkan barang bawaan mana yang akan tetap di top box dan side bag dan mana yang akan kami bawa di kereta. Setelah itu kami memulai perjalanan ke Stasiun Banyuwangi Baru untuk mengirimkan motor dan menunggu kereta api Sri Tanjung yang berangkat juga dari Stasiun Banyuwangi Baru menuju Stasiun Jogja. Sekitar pukul setengah delapan atau delapan pagi keretapun berangkat menuju pemberhentian akhir, Stasiun Lempuyangan di Yogyakarta. Hari itu berakhir pula perjalanan pertama kami bersama motor baru dan perjalanan terjauh kami selama ini dengan menunggangi sepeda motor selama lebih dari seminggu.....

Saturday, February 20, 2016

Eastbound...Part 1

Perjalanan dengan sepeda motor kali ini adalah perjalanan dengan total jarak terjauh yang pernah saya dan istri saya tempuh. Perjalanan dimulai dari jalan Parangtritis di Yogyakarta menuju bali melalui jalur selatan pulau Jawa. Perjalanan ini memakan waktu selama 10 hari. Ya, memang sangat lama untuk perjalanan dengan jarak yang mungkin tidak terlalu jauh dan hanya satu kali jalan, bukan perjalanan pulang pergi, karena memang kita berhenti hampir di setiap kota besar yang dilewati.
 
Pantai Banyu Tibo
Tujuan lainnya adalah karena saya ingin mencoba mainan (baca: sepeda motor) baru saya yaitu Kawasaki d'tracker 2016) belum banyak ubahan yang saya lakukan terhadap sepeda motor ini, hanya menambahkan bracket custom untuk top box dan menambah busa jok yang aslinya menurut saya sangat tipis, selain itu semuanya masih sutandar..darr..  

Pantai Banyu Tibo

Hari pertama kami berhenti di kota Pacitan setelah sebelumnya kami mengunjungi pantai Banyu Tibo, pantai Mbuyutan dan pantai Srau. Jika dari arah Yogyakarta menuju ke pantai -pantai tersebut tidaklah susah. Tinggal ikuti petunjuk di sepanjang jalan. Untuk pantai Banyu Tibo dikenakan biaya masuk 5000 rupiah per orang dan biaya parkir 2000 rupiah. Penampakan pantai Banyu Tibo ternyata tidak seindah yang digembar-gemborkan. Banyaknya warung di pinggirnya cukup mengganggu pemandangan. Lagi pula kita tidak bisa bermain pasir karena ombaknya cukup kencang dan pantainya berada di dasar tebing.
 
Pantai Mbuyutan
Setelah berfoto secukupnya, kami melanjutkan perjalanan ke pantai Mbuyutan. Dari pantai Banyu Tibo ke pantai Mbuyutan memakan waktu 1 jam melalui jalanan yang aspalnya sudah terkelupas di sana sini. Perjalanan ke pantai Mbuyutan diakhiri dengan menuruni jalan beton yg cukup curam. Pemandangan di pantai Mbuyutan merupakan yang terbaik di antara 3 pantai yang kami kunjungi hari ini. Garis pantainya yang panjang dilengkapi dengan deburan ombak yang cukup tenang dan pasirnya yang putih. Saat kami berkunjung, tidak banyak orang di pantai ini. Sungguh serasa pantai pribadi. He3. Di pantai ini tidak perlu membayar retribusi, bahkan uang parkir. Beberapa warung menjajakan menu nasi goreng, mie instan dan aneka minuman dengan harga terjangkau.
 
Pantai Srau
Setelah dirasa cukup kami melanjutkan perjalanan ke pantai Srau. Jalan menuju panrai Srau cukup mudah. Dari pantai Mbuyutan ke pantai Srau hanya memakan waktu 30 menit. Kawasan pantai srau paling tertata di antara 3 pantai yg lain. Pedagang sudah ditempatkan pada bangunan permanen dan terdapat Mushola dan kamar mandi umum di area ini. Garis pantai Srau juga panjang dan pasirnya juga putih walaupun tidak seputih pantai Mbuyutan. Karena sudah sore suasana di pantai Srau cukup ramai.

Perjalanan kemudian kami lanjutkan menuju penginapan, karena belum melakukan booking sebelumnya, kami sempat berhenti sejenak di sebuah masjid untuk istirahat, sholat dan mencari tempat menginap. Hanya ada beberapa penginapan di pusat kota yang sesuai dan karena hari sudah semakin gelap kami memutuskan untuk menginap di Hotel Pacitan. Hotel ini terletak di jalur utama di seberang alun-alun kota Pacitan.
Hari kedua kami berniat mencari sarapan di sekitar alun-alun, namun, mungkin karena masih terlalu pagi, kami tidak melihat ada penjual sarapan yang buka dan kami memutuskan untuk kembali ke hotel dan bersiap melanjutkan perjalanan. Tujuan kami di hari kedua ini adalah kota Trenggalek. Kami berencana lewat jalur selatan karena penasaran dengan Pantai Soge yang dapat dilihat dari jalur selatan Pacitan. Sebelum sampai Pantai Soge, kami mampir dulu sarapan di warung mie ayam. Setelah selesai sarapan, gerimis mulai turun dan kami pun bergegas untuk segera melanjutkan perjalanan.
 
Makan mie ayam
Jalan lintas selatan yang menghubungkan Pacitan dengan kota Trenggalek terbilang cukup mulus, namun banyak tanjakan yang cukup curam yang cukup membuat si Suki (motor saya) kewalahan, apalagi setelah melewati JLS dan kembali ke jalur utama Pacitan-Trenggalek. Di tengah perjalanan hujan pun turun sehingga kami pun harus berteduh sebentar. Sebenarnya, pada saat itu kami membawa jas hujan, namun karena kami malas memakai dan juga membereskannya lagi, kami enggan memakainya. Setelah hujan berhenti dan berganti gerimis kecil kami pun melanjutkan perjalanan. Karena pada hari itu adalah hari Jumat, saya pun berhenti sejenak untuk menunaikan sholat Jumat, namun setelah selesai sholat, hujan turun dengan derasnya dan karena kami masih malas mengenakan jas hujan, kami pun berniat menunggu hingga hujan reda.

Setelah menunggu cukup lama, bersama dengan jamaah yang lain, hujan belum juga reda dan pada akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan menggunakan jas hujan setelah mendapatkan informasi bahwa kota Trenggalek tidak jauh lagi.
Rencananya, kami akan mengunjungi hutan mangrove di pantai Cengkrong, namun jika melihat dari gmaps maupun gps yang saya punya, dari arah sebelum kota Trenggalek dari arah Pacitan, tidak ada jalan yang cukup pasti untuk sampai ke sana tanpa melewati pantai Prigi, yang jalurnya berada di sebelah timur kota Trenggalek, kami pun membatalkan rencana tersebut dan langsung menuju kota Trenggalek.
 
Berteduh antara Pacitan-Trenggalek
Di tengah hujan lebat, sampailah kami di kota Trenggalek dan kami mampir sejenak ke pom bensin untuk mengisi bensin sekaligus mencari hotel yang tersedia. Dari review yang ada dan juga faktor harga, kami memutuskan untuk menginap di hotel Widowati. Hotel yang kami tempati cukup nyaman, kami memilih kamar dengan AC dan air panas karena AC akan kami gunakan untuk mengeringkan riding gear dan pakaian kami yang istri saya cuci dan air panas karena kami ingin menghangatkan diri setelah kehujanan dan karena di hotel di Pacitan kami memilih hotel yang tidak menyediakan air panas.

Hari sudah sore sewaktu kami tiba di hotel dan karena hujan di sepanjang perjalanan, kami tidak sempat makan siang, kami memesan makan di hotel tersebut dan beristirahat sambil menunggu hujan reda. Hujan pun tak kunjung reda, kami memutuskan untuk memesan makan malam dari hotel dan tetap tinggal di kamar hingga pagi tiba. Setelah mandi pagi kami pergi ke lobi untuk sarapan dan segera bersiap-siap untuk menuju ke kota berikutnya.

Blitar, itu adalah kota tujuan kami selanjutnya, jaraknya tidak begitu jauh dari Trenggalek dan siang hari, kami pun sudah tiba di Blitar. Sebelumnya kami sempat browsing dan memilih-milih hotel mana yang akan kami tempati selama di Blitar, agar tidak salah pilih seperti hotel kami di Pacitan. Akhirnya, pilihan jatuh kepada hotel Patria Garden. Kami tidak melakukan reservasi terlebih dahulu di hotel itu namun memutuskan untuk go show. Alhamdulillah masih ada kamar tersedia, walaupun jenis kamar yang kami inginkan sudah habis karena menjelang hari raya Imlek namun selama perjalanan, Hotel di Blitar inilah yang menurut kami berdua paling baik value for money-nya.
 
Salah satu ruangan di Istana Gebang
Setelah sholat dan menurunkan barang bawaan, kami menuju rumah masa kecil Presiden pertama RI atau disebut juga dengan Istana Gebang. Sebenarnya tidak ada maksud khusus, namun kami hanya penasaran. Alasan lainnya adalah jika kami sudah sampai Blitar akan terasa aneh jika kami tidak mendatangi tempat yang berhubungan dengan Presiden pertama RI tersebut.

kami memutuskan untuk mencari makan siang setelah dari Istana Gebang dan setelah melakukan riset singkat, pilihan jatuh kepada soto Bok Ireng yang katanya cukup terkenal di Blitar. Porsinya cukup kecil namun rasanya menurut saya pribadi cukup enak, hanya istri saya yang tidak begitu suka dengan rasanya.
 
Soto Bok Ireng
Tujuan selanjutnya adalah Tempat yang kami tuju berikutnya adalah candi Penataran yang sering disebut di pelajaran sejarah. Tidak ada alasan khusus juga mengapa kami mendatangi candi ini, hanya karena sering disebut di pelajaran sejarah dulu maka kami penasaran terhadap candi tersebut. Setelah dari candi Penataran, tidak ada agenda lainnya, kami hanya mampir ke toko serba ada di kota Blitar untuk membeli makanan kecil, minuman dan detergen setelah itu kami pulang kembali ke hotel.

Setelah menunaikan sholat Maghrib, kami pun kembali keluar untuk mencari makan malam, sebenarnya kami mencari nasi jagung ampok yang terkenal di Blitar, namun karena tidak menemukannya, kami pun membeli ayam goreng di depan toko pakaian Apollo di Blitar, setelah itu, kami kembali ke hotel untuk beristirahat...
Komplek Candi Penataran