Hari 1,
Jakarta – Banyuwangi
Kami
berangkat dari Jakarta menggunakan pesawat. Motor sudah saya kirim 3 hari
sebelumnya menggunakan Herona. Saya ingat hari itu adalah malam imlek dan
Jakarta diguyur hujan lebat hingga banjir dan macet dimana-mana. Sempat
khawatir akan tertinggal pesawat, namun kami berhasil sampai bandara Soekarno
Hatta 10 menit sebelum pesawat take off.
Ternyata kami masih diijinkan check in
dan banyak pesawat yang mengalami delay
karena alasan cuaca termasuk penerbangan kami. Setelah tertunda selama hampir 4
jam akhirnya kami berangkat dan mendarat dengan selamat di Banyuwangi yang
panas, hahaha……….dengan taksi, kami menuju Latansa homestay di utara kota Banyuwangi dan beristirahat. Untuk makan malam kami
membeli nasi tempong Mbok Nah, makanan yang selalu kami cari jika datang ke
Banyuwangi.
Hari 2,
Banyuwangi – Lombok
|
SIap-siap unpacking motor |
Pagi itu
diawali dengan mengambil motor di kantor Herona Stasiun Banyuwangi Baru.
Pengambilan motor bisa dilayani kapan saja karena ada petugas yang menginap di
kantor tesebut. Untuk mengambil motor dan membeli bensin kami meminjam motor
Latansa Homestay karena jarak pom bensin yang bersedia melayani pembelian
dengan botol terletak jauh dari Homestay dan sepanjang jalan menuju stasiun
kami tidak menemukan pedagang bensin eceran. Sambil menunggu proses unpacking, istri membeli sarapan nasi
bungkus di stasiun. Harganya murah sekali untuk porsi yang cukup besar. Kembali
ke homestay, kami segera memasang side
bag, tail bag dan tank bag. Setelah selesai kami segera
menuju pelabuhan Ketapang.
Penyeberangan ke Pulau Bali memakan waktu selama 1
jam dengan biaya 24.000. Begitu berlabuh di Gilimanuk, saya segera memacu motor
melintasi Pulau Bali menuju pelabuhan Padang Bai. Hanya berhenti untuk makan
siang di sekitar kota Tabanan, total waktu yang
diperlukan adalah 5 jam untuk melintasi pulau Bali. Kami sempat menunggu selama
45 menit sebelum bisa naik ke kapal yang
|
Mengantri di Pelabuhan Padang Bai |
membawa kami menyebrang menuju
pelabuhan Lembar. Biaya
penyebrangan adalah sebesar Rp 129.000. Di atas kapal
kami menyewa kamar ABK seharga Rp 100.000 yang berisi 3 tempat tidur dan
colokan listrik. Kamarnya terletak di dekat dapur ABK dan mushola dan cukup nyaman
untuk beristirahat dan mengisi baterai
handphone.
Merupakan keputusan yang tepat untuk menyewa kamar, karena tidak lama kemudian
istri mengalami mabuk laut dan perlu berbaring. Setelah 4 jam berlalu kami
berlabuh di Lembar. Motor kemudian saya pacu ke Kota Lombok menuju Red Doorz Hotel Pejanggik yang juga merupakan hotel Kertayoga.
Kami berhasil sampai bertepatan dengan turunnya hujan…fiuuh selamat dari
ngambeknya istri….hehehe. Untuk makan malam kami memilih memesan lewat aplikasi ojek online
karena ingin segera beristirahat.
Hari 3 Lombok – Sumbawa Besar
|
Di tepi jalan trans Sumbawa |
|
we made it....!! |
Setelah sehari sebelumnya melakukan
perjalanan cukup panjang, hari ketiga ini kami ingin santai saja. Kami membeli
sarapan di pelabuhan Kayangan dan menunggu 1 jam sebelum bisa naik kapal. Biaya
yang dikenakan sebesar 54.000. Untuk sampai ke pelabuhan Pototano memerlukan
waktu berlayar selama 2 jam. Tidak jauh dari pelabuhan terdapat penunjuk jalan
legendaris yang menjadi objek foto favorit para biker. Kami pun menyempatkan diri berfoto di sana. Jalanan di pulau
ini hampir semuanya mulus, tidak banyak kendaraan yang melintas, terbuat dari
aspal hotmix dan dilengkapi pemandangan indah karena di sepanjang sisi kiri
adalah garis pantai. Sesampainya di kota Sumbawa kami segera menuju hotel
Pondok Daun. Di sini kami hanya berjalan-jalan sebentar sembari mencari makan
karena memang tidak banyak aktraksi wisata di kota ini.
Hari 4 Sumbawa Besar – Bima
Dekatnya jarak yang akan ditempuh hari
ini membuat kami sedikit bermalas-malasan, selain karena keadaan kamar yang
sangat nyaman dan sarapan enak yang disediakan hotel. Menjelang tengah hari
kami baru melakukan perjalanan ke Kota Bima. Di perjalanan kami sempat singgah
di warung penjual jagung pulut/jagung ketan rebus siram air garam. Makanan ini
yang paling kami inginkan ketika mendengar nama kota Bima. Harganya murah hanya
Rp 4.000/buah dan sudah cukup mengenyangkan. Sesaat sebelum masuk pusat kota,
banyak dijumpai pedagang buah srikaya dengan ukuran besar. Sayang kami tidak
berkesempatan mencicipinya. Setelah 5 jam perjalanan, kami sampai di Kota Bima
dan segera menuju hotel Marina untuk berisitirahat dan membersihkan diri, kami
lalu makan malam sambil berjalan-jalan di Kota Bima.
|
Ini Jagungnyaa.. |
|
Kota Bima |
Kota Bima tidak banyak
berubah sejak kunjungan kami di tahun 2015, hanya saja plang bertuliskan Kota
Bima Berteman sudah tidak kami lihat dan ada peningkatan fasilitas umum di
sepanjang bibir pantai yang sekarang telah dilengkapi masjid apung. Sekembalinya
ke hotel, kami mecari informasi jadwal kapal yang berangkat dari Pelabuhan Sape
ke Pelabuhan Labuan Bajo. Pihak hotel memberikan informasi bahwa kapal dari
Pelabuhan Sape akan berangkat pada pukul 09.30 dan perjalanan dari hotel ke
pelabuhan kurang lebih memakan waktu 1 jam. Sebetulnya ada jadwal keberangkatan
sore dari Sape ke Labuan Bajo tetapi kami tidak menanyakan lebih lanjut karena
kami tidak menyukai ide berada di laut saat hari sudah gelap.
Hari 5 Bima – Labuan Bajo
Hotel Marlina menyediakan sarapan sejak
pukul 06.00 pagi, segera setelah menyelesaikan sarapan dan packing kami segera
berangkat ke Pelabuhan Sape. Karena cukup pagi, lalu lintas dipenuhi dengan
anak sekolah dan para pekerja yang berpacu untuk segera sampai ke tempat
tujuannya. Selepas kota Bima, jalanan agak berkelok-kelok dengan pemandangan
perbukitan. Sesampainya di pelabuhan Sape kami sempat kebingungan karena
pelabuhan sedang direnovasi dan loket tiket tutup. Ternyata loket tiket hanya
dipindahkan sementara. Kami membayar Rp 186.000 dan segera naik ke kapal yang
sudah menunggu. Saat memarkirkan motor, kami melihat motor ber-registrasi Rusia.
Mereka bahkan membawa ban cadangan yang diikatkan pada crash
bar-nya.
|
kamar sewaan |
Kamar sewaanTadinya kami ingin menyewa kamar lagi seperti yang kami lakukan
saat penyebrangan Bali-Lombok, tetapi kapal ini tidak memiliki kamar untuk
disewakan. Pada kelas ekonomi terdapat semacam Bunk Bed dimana kalian bisa
menyewa kasur kepada ABK, harganya tidak mahal. Kapal ini juga memiliki ruang
VIP dilengkapi AC namun saat kami di sana kebetulan AC sedang bermasalah.
Jadilah kami duduk selama 6 jam di ruang tertutup yang gerah walaupun ABK sudah
membuka semua jendela. Pada pukul 10.00 akhirnya kapal mulai berlayar. Oh ya,
jika kalian berniat untuk makan siang di atas kapal sebaiknya membeli makanan
sebelum kapal berangkat. Karena
|
The real deal |
setelah mulai berlayar, makanan yang ada di
kantin kapal hanya berupa mie instan dengan harga Rp 20.000/buah. Untungnya
kapl dilengkapi dengan televisi berlangganan sehingga rasa bosan tidak terlalu
terasa, apalagi saat akan mendekati Labuan Bajo ada penampakann rombongan
lumba-lumba.
Kami tiba di pelabuhan Labuan Bajo pukul sekitar 16.00 karena Alhamdulillah,
laut pada ssat itu sangat tenang, padahal beberapa hari sebelumnya, menurut
salah satu ABK, ombak sangat besar, kami segera berkeliling mencari penginapan.
Akhirnya setelah berkeliling dan bertanya, kami putuskan untuk menginap di
Hotel Beta Bajo. Hotel di sekitar pelabuhan umumnya tidak memiliki tempat
parkir/langsung berbatasan dengan jalan raya. Turis mancanegara memenuhi
kawasan ini. Tidak hanya berwisata, beberapa dari mereka menjalankan usaha
kuliner, akomodasi, kursus menyelam hingga penyedia jasa tour.
Hari 6 Labuan Bajo – Ruteng
|
Durian break... |
Setelah selesai sarapan di hotel dan
memasang semua tas di motor, saya bergegas memacu motor menuju kota Ruteng. Security hotel sudah memberitahu bahwa
jalanan akan berliku dan naik turun. Belum lama berjalan, istri minta berhenti
karena ingin mencicipi durian yang memang banyak dijual di warung pinggir
jalan. Kami berhenti di warung milik seorang ibu yang menjual durian hasil
kebunnya sendiri. Tiga kali membelah durian akhirnya didapat durian yang
kualitasnya baik, dua durian sebelumnya tidak matang sempurna dan kami hanya
diminta membayar durian yang terakhir seharga Rp 40.000. Rasanya manis dengan
daging buah yang tidak terlalu tebal. Cukup membayar rasa penasaran. Selain
durian, warga juga menjajakan rambutan, pisang dan alpukat mentega yang sungguh
menggoda karena ukurannya yang besar dan dalam bayangan saya pasti daging
buahnya tebal & creamy.
|
Yummy....!! |
Perjalanan Labuan Bajo – Ruteng kami tempuh dalam 5 jam. Hujan mulai turun saat
memasuki kota Ruteng, untungnya penginapan yang kami tuju tidak jauh dari pusat
kota. Kami menginap di Hotel Rima, sebuah penginapan yang dibangun dari kayu.
Letaknya di pegunungan serta hujan yang sering turun membuat suhu di kota
Ruteng sangat dingin. Hal yang kami sadari, tidak ada warung/restoran yang
menjajakan makanan khas Ruteng, yang banyak tersedia adalah nasi padang,
penyetan dan bakso.
Hari 7 Ruteng – Ende
|
Gurusina traditional village |
Kami berencana ke Ende untuk
mengunjungi danau Kelimutu dan rumah pengasingan Bung Karno di Ende. Setelah
menghabiskan sarapan yang disediakan, kami segera berangkat. Jalan yang kami
lalui masih sama, berliku dan curam. Perlu 9 jam untuk mencapai Ende, sebetulnya
tidak memakan waktu selama itu jika saya tidak salah jalan dan menyempatkan berkunjung
ke desa adat Gurusina. Tetapi jalan yang salah ini sebetulnya menuju ke Ende
juga dengan jarak tempuh yang lebih dekat hanya saja keadaannya rusak dengan
batu kerikil yang terlepas dan curam. Di rute ini terdapat
|
Mount Inerie as the background |
beberapa desa adat
yang masih dihuni masyarakat asli seperti Gurusina, Bena dan ada juga desa adat
tanpa papan nama. Desa adat terletak di pinggir jalan sehingga mudah dijangkau.
Bentuk rumah adat di Gurusina tidak seperti rumah adat di Waerebo. Cukup
mencatatkan data diri pada buku tamu dan memasukkan uang seikhlasnya pada kotak
yang disediaakan kita sudah bisa berkeliling sepuasnya. Kebetulan saat kami
berkunjung kami ditemani oleh penjaga desa dan kedua anaknya -Marcel dan Widya-
untuk berjalan-jalan. Kami diceritakan mengenai kehidupan dan budaya masyarakat
adat setempat, hasil bumi yang mereka miliki serta kendala yang mereka hadapi.
|
Gurusina Entrance |
Bapak
penjaga desa menginginkan pelatihan dan peralatan untuk mengolah hasil bumi
menjadi barang dengan nilai ekonomis yang lebih tinggi. Istri bapak penjaga
menunjukkan suvenir terbuat dari benang tenun sisa yang ia jual dimana pembuatannya merupakan hasil binaan
dari LSM di Bandung. Keluarga ini sangat terbuka dan ramah terhadap tamu dan
tak sungkan menceritakan perjalanan hidupnya kepada kami. Kehangatan keluarga
ini dan lucunya tingkah laku kedua anak mereka sungguh mengobati rasa lelah.
Ketika sudah akan mencapai Ende, kami kehujanan dan harus berteduh di warung
karena istri mogok naik motor dan tidak mau memakai jas hujan. Di warung kami
bertemu dengan seorang guru dan kamipun mengobrol bersamanya dengan pemilik
warung. Ternyata keduanya pernah mengunjungi kota Jogja. Orang Flores secara
fisik memang terlihat agak kurang bersahabat, tetapi mereka sangat ramah dan
sangat menyenangkan sebagai teman bicara. Mereka memberitahu jika kami sebentar
lagi akan mencapai kota Ende dan menyarankan kami untuk mengunjungi Kelimutu di
pagi hari karena semakin siang maka semakin besar kemungkinan kabut menyelimuti
danau Kelimutu. Setelah hujan reda kami berpamitan dan benar saja 1 jam
kemudian kami sampai di Ende. Di Ende kami menginap di Dasi Guesthouse yang
terletak di depan RRI.
Hari 8 Ende
Teringat saran pak Guru yang kami temui
kemarin, kami segera menuju danau Kelimutu setelah selesai sarapan di
penginapan. Kami sampai di danau Kelimutu pukul 09.00. Kami menyempatkan diri
berfoto pada gerbang selamat datang lalu membayar tiket masuk di loket. Dari
loket, masih perlu berkendara selama 15 menit untuk mencapai tempat parkir.
Pagi itu tidak banyak kendaraan yang terpakir. Bagus lah……semakin tidak ramai
maka semakin menyenangkan. Saat berjalan ke arah danau Kelimutu kami berjumpa
dengan beberapa ekor monyet liar. Mereka akan cenderung menjauhi turis dan
banyak himbauan untuk tidak memberi mereka makanan untuk kepentingan
pelestarian.
Hari itu ketiga kawah danau Kelimutu semua berwarna biru kehijauan.
Ibu penjual makanan bercerita jika warna merah pada danau tidak sering terjadi
dan tidak mereka harapkan. Karena warna merah pada kawah biasanya diikuti
dengan musim kering yang panjang dan mengakibatkan gagal panen. Ibu-ibu penjual
ini juga meminjamkan kain tenun untuk kita berfoto. Jika ingin membeli,
harganya pun masih lebih murah jika dibandingkan dengan harga kain tenun di
toko oleh-oleh Labuan Bajo. Setelah puas berfoto dan melihat keindahan danau
Kelimutu, kami pun bergegas turun karena kabut sudah mulai turun dan langit
juga mendung. Oh ya kamar mandi di sini sangat terjaga kebersihannya, tapi
hati-hati airnya sedingin es…..hehehe. GPS saya sempat tertinggal di atas
motor, namun pedagang di sekitar tempat parkir menyimpannya karena takut
terkena hujan dan mengembalikannya begitu melihat saya. Jika ini terjadi di
Jawa, mungkin GPS saya tidak akan saya temukan lagi.
|
Rumah Pengasingan Bung Karno |
Saat perjalanan kembali ke kota Ende, kabut
tebal dan langit mendung menemani. Ketika hampir mencapai kota malah kami
kehujanan. Setiap kami berteduh hujan mereda, tetapi hujan menjadi deras pada
jalanan yang tidak ada warung untuk kami tumpangi. Akhirnya istri mau juga
memakai jas hujan….wkwkwkwk. Setelah tengah hari kami tiba di rumah pengasingan
Bung Karno. Rumah itu masih asri karena baru dipugar oleh salah satu Bank
pemerintah. Setelah puas berkeliling kota Ende kamipun kembali ke penginapan.
Hari 9 Ende – Ruteng
Dimulailah perjalanan kami pulang ke
barat. Kami menginap di hotel yang sama di Ruteng. Tidak banyak yang terjadi
selain telepon dari kantor yang mengabarkan saya harus mengikuti pelatihan di
akhir minggu, segera saya mendiskusikan hal ini dengan istri dan diputuskan
untuk kembali ke Jakarta menggunakan pesawat terbang. Kami langsung memesan
tiket dan mencari ekspedisi untuk mengirimkan motor dari Ruteng dan membuat
janji dengan ekspedisi untuk keeesokan hari.
Hari 10 Ruteng – Labuan Bajo
Sebelum berangkat ke Labuan Bajo, saya
mengunjungi ekspedisi dan memutuskan tidak jadi mengirimkan motor dari Ruteng
karena mereka tidak bisa memberikan nomor resi yang bisa dilacak. Kami mencapai
Labuan Bajo sebelum ashar dan sempat menyapa kembali bapak pemilik warung (baca
hari ke-7). Karena Labuan Bajo adalah tujuan utama liburan kali ini maka kami
mencari penginapan yang nyaman dan penyedia paket perjalanan. Kami menginap di
Komodo Lodge yang terletak di dekat pusat kuliner kampung ujung. Jalanannya
lebih sepi dan dilengkapi dengan tempat parkir yang luas. Sempat berkeliling
mencari penyedia tour tapi belum ada yang cocok karena istri menginginkan
pengalaman live on board yang
ternyata hanya tersedia saat akhir pekan.
Hari 11 – 14 Labuan Bajo
Hari kesebelas hanya kami gunakan untuk
berkeliling Labuan Bajo, mencari ekspedisi untuk mengirim motor ke Jakarta dan
membeli oleh-oleh. Kami mengunjungi pantai Waecicu dan melihat bukit cinta dari
kejauhan. Kami juga mencoba makan di restoran Italia Mediteraneo yang memang
enak rasanya. Di hari keduabelas pukul 06.00 kami mulai full day trip
mengunjungi pulau Padar, pulau Komodo, Pink Beach dan Manta point. Kami bertemu
5 komodo di sekitar tempat minum mereka, berfoto dengan latar belakang 3 pantai
di pulau Padar, melihat ikan Manta, ubur-ubur dan Lumba-Lumba. Kami bahkan
memiliki video ikan manta. Sayang snorkeling di Pink Beach kurang mengasyikkan
karena selain dibatasi waktu (20 menit saja) juga karena arus yang kuat. Istri
saya bahkan harus dibantu crew untuk kembali ke kapal.
Ikan dan koral di sana
tidak terlalu banyak dan tidak terlalu bagus. Segera setelah semua orang
kembali ke kapal, kapten kapal segera memacu kapalnya kembali ke Labuan Bajo
namun sebelumnya kami dibawa mampir ke Manta Point. Pemandangan disini sangat
bagus, puluhan ikan Manta berenang di sekitar kapal. Beberapa wisatawan
memutuskan berenang untuk mendekati ikan Manta sedagkan kami memutuskan melihat
saja dari atas kapal sambil mencoba mengambil vidio bawah air. Namun tak lama
mereka yang berenang bergegas naik ke kapal sambil berteriak kesakitan karena
mereka berenang melewati gerombolan ubur-ubur.
Setelah puas melihat, kapten
memacu kapal kembali ke pelabuhan Labuan Bajo. Dalam perjalanan kembali kami
beruntung karena melewati gerombolan lumba-lumba. Begitu sampai di pelabuhan
Labuan Bajo kami segera berganti baju dan kembali mencari ekspedisi di
pelabuhan serta mendaftarkan diri untuk paket snorkeling full day. Ternyata
ekspedisi di pelabuhan menghitung biaya ekspedisi per kontainer, sehingga
terlalu mahal bagi saya.
|
Dermaga Waecicu |
Untuk paket snorkeling ini kami menyewa
kapal hanya untuk kami berdua dengan harga yang tidak terlalu mahal. Kami sudah
membeli masker snorkeling berlensa minus, sayang kan kalau tidak digunakan
maksimal. Paket ini selain mencakup harga kapal, juga termasuk penyewaan alat
snorkling, air mineral dan makan siang. Dimulai pukul 08.00 kami dibawa mengunjungi
pulau Kelor, pulau Kanawa dan pulau Bidadari. Ikan dan terumbu karang paling
banyak ada di pulau Kanawa. Untuk bisa berenang di sini kami harus membayar
tiket sebesar Rp 50.000 per kapal. Setelah membayar kami bebas berenang dan bermain di pantainya tanpa
batasan waktu.
Ikan disini sudah terbiasa diberi makan roti oleh wisatawan
sehingga begitu kami mulai masuk ke air ikan-ikan akan mengerubuti. Di pulau
ini tersedia restoran untuk yang ingin mencoba seafood hasil laut sekitar. Di pantai pulau Bidadari juga terdapat pecahan
koral merah yang membuat pasirnya berwarna pink seperti di pantai Pink Beach.
Setelah lelah berenang, kami meminta kapten kapal kembali ke Labuan Bajo dan
tiba di pelabuhan pukul 15.00.
Setelah membersihan diri dan berganti baju kami
segera mengunjungi kantor JNE untuk menanyakan detail pengiriman motor.
Keesokan harinya setelah sarapan dan berkemas, saya bergegas ke kantor JNE
bersama dengan istri yang menaiki motor sewaan dari hotel. Selain motor, kami
juga mengirimkan sepatu motor, helm, sarung tangan, jas hujan dan alat motor
lainnya. Biaya pengiriman motor dari Labuan Bajo ke Jakarta adalah sebesar Rp
3.835.000 sudah termasuk asuransi dengan estimasi waktu yang tidak diketahui
dikarenakan motor nantinya dari Labuan Bajo akan dikirim ke Kupang/Bali
tergantung truk yang paling cepat tersedia. Petugas JNE hanya mengatakan jika
motor diestimasi akan sampai di Jakarta lebih dari seminggu. Sebelum membayar,
saya dan petugas
|
The View |
JNE memeriksa kelengkapan motor bersama-sama. Saya berdoa
motor akan selamat sampai di Jakarta tanpa lecet sedikitpun….fingers crossed.
Selesai dengan administrasi pengiriman motor kami segera kembali ke hotel dan
meminta fasilitas pengantaran ke Bandara. Akhirnya setelah petualangan selama
14 hari, kami mengakhirinya dengan menumpang pesawat ke Jakarta pada pukul
14.00. Semoga saya bisa kembali mengunjungi pulau Flores yang indah ini.
|
komodo Dragon |